Sabtu, 10 Februari 2024

Pengalaman Mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam Jabatan

PPGDJ ANGKATAN 3 LPTK UPGRIS Pengalaman Mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam Jabatan LPTK Universitas PGRI Semarang Program pendidikan profesi guru (PPG) dalam jabatan adalah salah satu kebijakan kementerian pendidikan dan kebudayaan untuk menyelesaikan sertifikasi guru dalam jabatan. Lesson Learn yang Diperoleh Setelah Melakukan PPG 9 Februari 2024 13:43 Lihat foto
judul "Lesson Learn yang Diperoleh Setelah Melakukan PPG" Oleh NURUL WAKHIDAH, S.Pd Banyak sekali pengetahuan yang saya dapatkan selama mengikuti Kegiatan pembelajaran Diklat PPG ini. Permasalahan yang terjadi Ketika pembelajaran secara kita sadari bahwa hal tersebut berdampak pada hasil pembelajaran terhadap peserta didik. Saling berbagi pengalaman mengajar dengan rekan-rekan mahasiswa dan Dosen Pembimbing melalui diskusi via Zoom Meeting mampu menambah pengalaman dan pemahaman saya bagaimana menyikapi permasalahan dalam proses pembelajaran. Pengetahuan yang saya dapat dari diklat PPG ini menambah pengalaman saya dalam mengajar dan menambah bekal untuk dapat memperbaiki Kegiatan belajar mengajar khususnya di Lembaga Pendidikan saya yaitu SMK Dwija Praja Kota Pekalongan. Dalam pembelajaran Diklat PPG ini menggunakan platfom LMS membuat saya untuk lebih giat dan aktif lagi untuk belajar karena semua kegiatan pembelajaran dalam PPG dengan cara online dengan pemanfaatan IT. Dan menggunakan platform LMS membuat saya untuk dapat belajar kembali dengan berbagai macam menu yang di sediakan di LMS. Serta Banyak hal yang saya dapat dari Diklat PPG ini dimana kami lebih belajar dalam penggunaan IT. Berikut adalah beberapa manfaat dari sistem LMS yang diterapkan oleh lembaga pendidikan 1. Pembelajaran terpusat Sistem pembelajaran dengan menggunakan LMS akan memudahkan pengajar dalam memberikan materi kepada pelajar dalam satu ruang, memudahkan Lembaga Pendidikan melakukan pemantauan pembelajaran 2. Mengelola dan melacak pelatihan Dengan mengimplementasikan sistem LMS, pengajar dapat dengan mengelola dan melacak pelatihan dengan lebih mudah untuk semua pelajar. Bahkan personalisasi jenis pelatihan juga dapat dilakukan dengan melihat data dan kemampuan para pelajar. 3. Dimanapun, kapanpun dapat belajar Dengan menggunakan sistem LMS, pelajar dapat mengikuti pembelajaran dari mana saja tanpa harus datang ke sekolah. Ketika ia sakit, ia dapat mengikuti pembelajaran di kemudian hari. Berbeda dengan pembelajaran tradisional, ketika pelajar sakit dan tidak dapat masuk sekolah, mereka hanya bisa mencatat materi namun tidak dapat menerima informasi dan penjelasan dari pengajar. 4. Mudah beradaptasi dan dapat digunakan sebagai pengulangan bahan materi Dengan penggunaan sistem LMS, pengajar dan pelajar dapat dengan mudah beradaptasi untuk mengikuti proses belajar yang lebih baik. Sistem pembelajaran dapat dilakukan berulang kali untuk dijadikan bahan pembelajaran bagi siswa yang kurang memahami materi saat pembelajaran berlangsung. 5. Proses belajar dan mengajar yang sederhana Dengan menggunakan LMS, pelajar dan pengajar dapat melakukan pelatihan maupun pembelajaran yang lebih efisien. Karena, setiap materi dapat diunggah dan diambil dari media online. Bagi pelajar pun akan lebih mudah untuk belajar ketika pengajar menggunakan sistem pembelajaran melalui rekaman video. 6. Lebih banyak pilihan untuk metode pengujian atau evaluasi pelajar Anda dapat melakukan metode pembelajaran yang lebih variatif dalam melakukan pengujian dan evaluasi materi para pelajar. Setiap pelajar dapat dengan mudah dipantau untuk diberikan materi yang lebih bersifat personal. Hal ini terjadi karena pengajar yang umumnya menghabiskan waktu di jalan selama satu jam, karena metode pembelajaran online bisa dilakukan dari mana pun mereka memiliki lebih banyak waktu yang sejatinya 2 jam untuk di jalan bisa dilakukan sebagai pencarian materi pengujian maupun untuk digunakan sebagai evaluasi pelajar. Setelah melakukan PPG ini saya juga mengalami hambatan dan kesulitan dalam penyusunan materi ajar saat diberikan tugas oleh guru pembimbing, antar lain : 1. Saya merasa kesulitan mencari sumber-sumber pembelajaran. Daftar pustaka dalam bahan ajar yang saya susun, jumlahnya sedikit sekali. 2. Bagi saya yang kurang/tidak berpengalaman menyusun bahan/materi ajar, waktu setengah hari (12 jam) untuk membuat materi ajar ternyata tidak cukup. Saya bingung hendak mulai dari mana. 3. Saya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bertanya kepada diri sendiri, "Kalau seperti ini, bahan ajar saya bisa diterima atau tidak ya? Apakah bahan ajar saya sudah memenuhi syarat? Apakah bahan ajar seperti ini sudah cukup bagus?" Dengan doa dan harapan semoga peserta Diklat PPG ini dan semua tenanga pendidik yang sedang mengikuti Diklat ini bisa menjadi pendidik, pengajar dan guru yang baik guna menyiapkan peserta didik yang berpengetahuan serta berakhlak terpuji.Dan semoga semua dapat mewujudkan tujuan Nasional Pendidikan di Indonesia yaitu “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.

Minggu, 07 Maret 2021

RANGKUMAN MATERI PPKN KELAS X KURTILAS

 

RANGKUMAN MATERI PPKN KELAS X
KD: 3.1
Menganalisis nilai-nilai Pancasila dalam kerangka praktik penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia:

KD: 3.2
Menelaah ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur tentang wilayah negara, warga negara dan penduduk, agama dan kepercayaan, serta pertahanan dan keamanan
Ketentuan UUD NRI Tahun 1945 yang mengatur tentang wilayah negarawarga negara dan penduduk, agama dan kepercayaan, serta pertahanan dan keamanan

KD: 3.3
Menganalisis fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga Negara menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

KD: 3.4
Merumuskan hubungan pemerintah pusat dan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

KD: 3.5
Mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk integrasi nasional dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika

KD: 3.6
Menganalisis ancaman terhadap negara dan upaya penyelesaiannya di bidang ipoleksosbudhankam dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika

KD: 3.7
Menginterpretasi pentingnya Wawasan Nusantara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia


RANGKUMAN MATERI PPKN KELAS XI
KD: 3.1
Menganalisis pelanggaran hak asasi manusia dalam perspektif Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

KD: 3.2
Mengkaji sistem dan dinamika demokrasi Pancasila sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

KD: 3.3
Mendeskripsikan sistem hukum dan peradilan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

KD: 3.4
Menganalisis dinamika peran Indonesia dalam perdamaian dunia sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

KD: 3.5
Mengkaji kasus-kasus ancaman terhadap Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan dan strategi mengatasinya dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika

KD: 3.6
Mengidentifikasikan faktor pendorong dan penghambat persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia


RANGKUMAN MATERI PPKN KELAS XII
KD: 3.1
Menganalisis nilai-nilai Pancasila terkait dengan kasus-kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

KD: 3.2
Mengevaluasi praktik perlindungan dan penegakan hukum untuk menjamin keadilan dan kedamaian
Praktik perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia

KD: 3.3
Mengidentifikasi pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap negara dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika

KD: 3.4
Mengevaluasi dinamika persatuan dan kesatuan bangsa sebagai upaya menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Untuk menampilkan rangkuman materi yang terdapat pada setiap KD di atas, silahkan klik tulisan yang berwarna biru (sudah di linkkan ke materi). Rangkuman materi di atas, telah disesuaikan dengan kisi-kisi merdeka soal ujian sekolah berbasis komputer/android yang dapat didownload (DISINI).

Kamis, 04 Maret 2021

Pembelajaran 5. Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Warga Negara Global

 PPKn  |  131

Pembelajaran 5. Peran Pendidikan Pancasila dan 

Kewarganegaraan dalam Membangun Warga 

Negara Global

Kompetensi

Penjabaran model kompetensi yang selanjutnya dikembangkan pada 

kompetensi guru bidang studi yang lebih spesifik pada Pembelajaran 5.Peran 

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Warga Negara 

Global, ada beberapa kompetensi guru bidang studi yang akan dicapai pada 

pembelajaran ini, kompetensi yang akan di capai pada pembelajaran ini adalah 

guru PPPK mampu menganalisis Peran Pendidikan Pancasila dan 

Kewarganegaraan untuk penguatan nilai moral dalam membangun warga negara 

global.

Indikator Pencapaian Kompetensi

Dalam rangka mencapai kompetensi guru bidang studi, maka dikembangkanlah 

indikator  - indikator yang sesuai dengan tuntutan kompetensi guru bidang studi. 

Indikator pencapaian kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran 5.

Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Warga 

Negara Global adalah sebagai berikut.

1.  Menjelaskan hakikat warga negara global

2.  Mengidentifikasi penguatan nilai moral  melalui Pendidikan Pancasila dan 

Kewarganegaraan dalam konteks globalisasi

3.  Menganalisis peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam 

membangun warga negara global 

132   |   PPKn

Uraian Materi

1.  Hakikat Warga Negara Global

Pada saat ini warga negara dihadapkan kepada perkembangan jaman 

yang berjalan sangat cepat. Terlebih dalam era globalisasi yang dampaknya 

menyentuh berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, baik lokal, 

nasional, regional, dan internasional. Warga negara sebagai bagian yang tak 

terpisahkan  dalam konteks globalisasi memegang peranan penting terutama 

berkaitan dengan upaya memanfaatkan kemajuan teknologi dan komunikasi 

untuk kepentingan aktualisasi semua kompetensi warga negara. Diperlukan 

kompetensi warga negara guna mengantisipasi berbagai masalah global atau 

isu-isu kewarganegaraan global yang kerap  kali muncul dalam eskalasi yang 

tinggi. Ketergantungan global yang kian intens mau tidak mau melibatkan 

hubungan antarbangsa di seluruh dunia, dan tentunya menghendaki partisipasi 

aktif dari warga negara di seluruh dunia untuk mencari alternatif solusi dari 

masalah-masalah kewarganegaraan global yang dihadapi bersama. 

Globalisasi dimaknai dengan banyak sudut pandang antara lain : 

Pertama, Globalisasi Ekonomi yang berdampak pada adanya perkembangan 

berbagai kondisi pasar-pasar ekonomi global perdagangan bebas, dan 

pertukaran barang dan jasa, serta pertumbuhan yang cepat korporat-korporat 

transnasional.  Kedua, Globalisasi Politik yang memiliki peran pada globalisasi 

dunia sehingga terjadi dominasi peran organisasi internasional dalam mengatur 

negara di bawah kendali PBB dan Uni Eropa yang mengakibatkan munculnya 

politik global.  Ketiga,  Globalisasi Kultural yang merupakan perkembangan 

kondisi sosial masyarakat pada ranah teknologi dan informasi secara global, 

dengan model globalisasi yang menjadi konsep pemahaman tentang warga 

negara global (Melcom Waters: 1995). 

Warga Negara Global menurut Korten (dalam Wuryan & Syaifullah, 2008: 

164) adalah warga negara yang bertanggung jawab untuk memenuhi 

persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi 

masyarakat. Warga negara global merupakan tingkatan lebih lanjut dari warga 

negara komunal, dan  warga negara bangsa (nasional) yang  menitikberatkan 

pada peran  warga negara global mencakup  sikap, komitmen, dan tanggung 

PPKn  |  133

jawabnya yang melintasi batas-batas budaya setempat baik lokal maupun 

nasional kepada budaya masyarakat global. 

Dalam konteks globalisasi, gagasan warga negara global  berkaitan erat 

dengan  adanya ketergantungan yang kuat antarnegara di dunia ini, dan 

karenanya diperlukan keterlibatan warga dunia untuk bisa menjalin kerjasama 

dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa memandang perbedaan atau 

diskriminasi apapun dari masing-masing bangsa tersebut. Agar warga negara 

global yang terlibat dalam ketergantungan global dapat berperan dengan baik, 

tentu saja diperlukan sejumlah kemampuan atau kompetensi yang mendukung 

ke arah sikap, tindakan, dan perbuatan yang merefleksikan ciri-ciri warga 

negara global. Dalam konteks inilah pendidikan kewarganegaraan sangat 

berperan untuk membekali warga negara dengan kompetensi atau kemampuan 

yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan global. 

Pengembangan warga  negara global menjadi salah satu tujuan utama 

dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan dan 

mengembangkan nilai-nilai dasar warga  negara dunia yang dijalankan melalui 

peran dan pelaksanaan akan hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh 

setiap warga dunia.  Dalam kaitan ini, John Cogan (Budimansyah & Suryadi, 

2008:  39) merekomendasikan konsep kewarganegaraan multidimensional 

(multidimentional citizenship) untuk memberikan teori dasar dalam membangun 

pendidikan kewarganegaraan pada abad 21 ini. Kewarganegaraan 

multidimensi itu meliputi : 

1)  Dimensi pribadi meliputi pengembangan kapasitas dan komitmen kepada 

etika kewarganegaraan yang bercirikan kebiasaan berfikir, hati dan tindakan 

yang mencerminkan tanggung jawab secara sosial; 

2)  Dimensi sosial berkenaan dengan aktivitas sosial yang mencakup 

masyarakat yang hidup dan bekerjasama dalam keadaan dan konteks yang 

beragam. Warga negara harus melibatkan diri seperti dalam kegiatan 

diskusi, dan perdebatan publik, memecahkan masalah yang dihadapi 

dengan tidak menggunakan kekerasan, menghargai gagasan atau pikiran 

yang berbeda; 

3)  Dimensi  spasial, warga negara harus memiliki kesadaran bahwa dirinya 

adalah anggota sejumlah masyarakat yang berlapis yakni lokal, nasional, 

regional dan multinasional;  

134   |   PPKn 

4)  Dimensi temporal, yakni setiap tindakan warga negara senantiasa 

berorientasi ke masa  depan (future oriented), sehingga setiap tindakan 

warga negara yang dilakukan sekarang akan berdampak terhadap 

kewarganegaraan pada masa yang akan datang.

Dimensi-dimensi kewarganegaraan multidimensional yang dikemukakan 

Cogan tersebut sangat relevan dengan kecenderungan-kecenderungan global 

yang timbul dalam abad 21 yang penuh dengan perubahan besar dan 

mendasar menyangkut eksistensi bangsa-negara, peran warga negara, serta 

kompleksitas masalah yang timbul di dalamnya.  Hal tersebut menegaskan 

pentingnya peran pendidikan kewarganegaraan untuk membelajarkan peserta 

didik dengan  berorientasi kepada masalah-masalah yang terjadi tidak saja 

dalam lingkup nasional dan regional, melainkan dalam lingkup internasional 

atau global. 

Masalah-masalah global menurut Korten (1993:363) mencakup dalam hal 

ekologi, luasnya kemiskinan, tindak kekerasan komunal, obat terlarang, 

pertumbuhan penduduk, pengungsi, perdagangan dan hutang. Ditegaskan 

Korten, bahwa masalah-masalah tersebut merupakan masalah kritis yang 

dihadapi dalam  kehidupan global dewasa ini.  Tentu saja penanganannya 

membutuhkan upaya yang optimal dari berbagai bangsa di seluruh belahan 

dunia ini. 

Berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan, John Cogan 

(Budimansyah & Suryadi, 2008: 40) mengemukakan adanya kecenderungan 

global yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Kecenderungan-kecenderungan tersebut adalah :

1)  Kesenjangan ekonomi diantara negara dan antara orang di dalam negara 

secara signifikan akan semakin lebar.

2)  Secara dramatis, teknologi informasi akan  mengurangi masalah privasi 

atau hak-hak individu.

3)  Ketidakmerataan antara yang punya akses kepada teknologi informasi dan 

yang tidak memiliki akses akan semakin meningkat.

4)  Konflik kepentingan antara negara maju dan negara berkembang akan 

meningkatkan kerusakan lingkungan.

5)  Penggundulan hutan secara dramatis akan mempengaruhi keragaman 

dalam kehidupan, udara, tanah, dan air. 

PPKn  |  135

6)  Dalam negara-negara berkembang pertumbuhan penduduk akan 

mengakibatkan peningkatan yang dramatis dalam persentase penduduk, 

khususnya anak-anak yang hidup dalam kemiskinan.

Agar dapat memahami masalah-masalah atau isu-isu global tersebut, 

maka setiap warga negara global harus memiliki kesadaran global (global 

consciousness)  yaitu kemampuan warga negara untuk secara sadar dan kritis 

dalam menerima atau menanggapi isu-isu global tersebut.  Oleh karenanya 

pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang kajian atau ilmu yang 

menekankan fokus studinya kepada warga negara dan perilakunya, sangat 

relevan dengan upaya-upaya untuk mempersiapkan warga negara  global 

tersebut.

2.  Penguatan Nilai Moral melalui Pendidikan Pancasila dan 

Kewarganegaraan dalam konteks Globalisasi

Bagi negara yang ingin mempertahankan eksistensinya ada suatu 

kewajiban utama yang harus dilakukan adalah mendidik semua warga 

negaranya agar sadar dan berpartisipasi melaksanakan hak dan kewajibannya 

secara seimbang.  Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan 

salah satu mata pelajaran yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan 

kehidupan bangsa melalui koridor “value based education”.  Pendidikan 

Pancasila dan Kewarganegaraan mempunyai peran dan fungsi yang sangat 

penting untuk menanamkan nilai-nilai ideologi Pancasila, yang didalamnya 

terdapat nilai-nilai yang menjadi dasar konsep warga global sebagaimana 

tercantum dalam tujuan pendidikan kewarganegaraan. 

Ada beberapa nilai dasar yang dapat dikembangkan dalam pendidikan 

kewarganegaraan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. 

Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dapat 

dijadikan pijakan dalam pergaulan internasional. Selain itu, nilai-nilai yang dapat 

dikembangkan dalam hubungan antarnegara  secara jelas dinyatakan dalam 

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 

yakni “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, 

perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.    Nilai-nilai hubungan antarnegara 

didalamnya memuat nilai kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial.  

136   |   PPKn 

Morais dan Ogden (2011)  mengemukakan tentang dimensi-dimensi 

kewarganegaraan global yang dapat  dikembangkan dalam pembelajaran 

kewarganegaraan di sekolah, yakni tanggungjawab sosial (social 

responsibility), kompetensi global (global competence), dan keterlibatan dalam 

kewargaan global (global civic engagement). 

Tanggung jawab sosial dimaknai sebagai tingkat kesadaran saling 

ketergantungan dan kepedulian sosial kepada orang lain, masyarakat dan 

lingkungan. Peserta didik berlatih mengembangkannya dengan cara ikut serta 

mengevaluasi masalah-masalah sosial dan mengidentifikasi kasus atau 

contoh-contoh ketidakadilan dan kesenjangan global. Peserta didik juga dapat 

berlatih menghormati perbedaan dan membangun etika pelayanan sosial untuk 

mengatasi isu-isu global dan lokal. Peserta didik ditumbuhkan kesadarannya 

bahwa di era global akan bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain yang 

memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan itu bukan hanya dalam hal 

budaya yang ada di satu negara, tetapi sudah melintasi batas-batas wilayah 

negara (transnational). 

Kompetensi global diartikan sebagai kemampuan memiliki pikiran yang 

terbuka dan secara aktif berusaha memahami norma-norma budaya orang lain 

dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk berinteraksi, 

berkomunikasi, dan bekerja secara efektif. Peserta didik dapat berlatih dengan 

menggunakan pendekatan berpikir kritis untuk memecahkan masalah-masalah 

penting tentang isu-isu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia, misalnya 

melalui bantuan teknologi internet akan  sangat mudah dan cepat menjadi isu 

utama di negara lain. 

Keterlibatan dalam kewargaan global dimaknai sebagai tindakan dan  atau 

kecenderungan untuk mengenali masalah-masalah kemasyarakatan baik di 

tingkat lokal, nasional, regional maupun global dan menanggapinya melalui 

tindakan seperti kesukarelaan, aktivitas politik dan partisipasi masyarak at. 

Peserta didik dilatih untuk memiliki kemampuan berpartisipasi secara aktif 

dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan global yang 

muncul. 

Tiga dimensi global tersebut dapat menjadi nilai-nilai yang penting untuk 

dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan, dan ketiganya merupakan 

implementasi dari nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, 

PPKn  |  137

berbangsa, dan bernegara. Keterampilan-keterampilan hidup yang didapatkan 

peserta didik melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sangat 

bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. 

3.  Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam 

membangun Warga Negara Global

Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah mempersiapkan 

seorang warga negara yang baik, yakni individu yang  paham dan dapat 

melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan dapat 

berpartisipasi secara baik pula dalam masyarakatnya (Kalidjernih, 2009: 103). 

Warga negara yang baik adalah warga negara yang menguasasi pengetahuan, 

sikap, keterampilan, dan literasi warga negara dalam proses pembelajaran 

yang dilakukan dengan bentuk belajar sambil berbuat (learning by doing), 

belajar memecahkan masalah sosial (social problem solving learning),  belajar 

melalui pelibatan sosial  (socio participatory  learning), dan belajar melalui 

interaksi sosial kultural sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat lokal, 

nasional, dan global. 

Agar pendidikan kewarganegaraan ini mampu membangun warga negara 

global yang memiliki kemampuan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat 

global maka ada beberapa peran yang bisa dilakukan.

Pertama, guru  harus bisa meningkatkan kemampuan sikap, pengetahuan 

dan keterampilan peserta didik secara universal. Kemampuan tersebut bisa 

diterapkan melalui pengembangan kompetensi peserta didik tentang kesadaran 

hidup dalam dunia yang lebih adil, toleran, dan damai.

Kedua, penguatan nilai-nilai komitmen moral serta empati diluar 

kepentingan individu dan kelompok. Penguatan nilai moral dan empati 

merupakan kunci utama dalam pandangan konsep warga negara global. 

Dengan kata lain, warga negara dituntut untuk meminimalisir adanya 

kepentingan pribadi atau kelompok di atas kepentingan umum. Oleh karena itu 

diperlukan pemahaman secara umum bagi warga negara muda pada mata 

pelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk bisa meningkatkan kemampuan 

sikap, pengetahuan dan keterampilan yang menjunjung tinggi nilai 

keberagaman dalam setiap proses pembelajaran dan menumbuhkan persepsi 

138   |   PPKn 

akan pentingnya ikatan sosial antar masyarakat sebagai warga dunia yang 

merupakan satu kesatuan .

Pengetahuan dan pemahaman yang dikembangkan dalam pendidikan 

kewarganegaraan meliputi : keadilan sosial, dan persamaan, keberagaman, 

globalisasi, dan saling ketergantungan, pembangunan berkelanjutan, 

perdamaian dan konflik. Materi-materi tersebut disusun untuk mengembangkan 

pengetahuan dan pemahaman peserta didik dan dijabarkan lebih rinci lagi 

dalam sub-materi yang disesuaikan dengan tingkat usia peserta didik. 

Keterampilan yang dikembangkan mencakup berpikir kritis, kemampuan 

untuk mengemukakan pendapat secara efektif, kemampuan untuk melawan 

ketidakadilan, memiliki rasa hormat terhadap orang dan lingkungannya, dan 

kerjasama serta resolusi konflik. Keterampilan yang dikembangkan mulai dari 

yang sederhana sampai pada keterampilan yang lebih kompleks. 

Pendidikan Kewarganegaraan menjadi poros utama dalam menyiapkan 

warga negara global di era globalisasi. Generasi muda akan menghadapi 

tatanan dunia baru. Untuk dapat membangun wawasan global warga negara 

muda harus dibekali dengan sikap dan  kemauan melakukan interaksi dengan 

sesama manusia yang mendasarkan pada prinsip-prinsip menjaga harkat dan 

martabat manusia sebagai makhluk mulia berdasarkan prinsip moral antara lain 

simpati dan respek. Simpati merupakan nilai-nilai dan sikap yang dimiliki 

seseorang untuk selalu memberikan perhatian kepada orang lain, terutama jika 

dalam keadaan yang tidak lebih baik dari diri kita. Sedangkan respek dimaknai 

sebagai kemampuan seseorang untuk menjaga diri sendiri dari perbuatan yang 

dapat merugikan atau mengganggu hak-hak yang dimiliki orang lain. Artinya, 

pengembangan pendidikan kewarganegaraan selain menekankan pada aspek 

pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap juga harus menumbuhkan respek dan 

empati yang bersifat global, melewati batas-batas bangsa dan negara. 

Cogan & Derricott dalam bukunya “Citizenship for the 21

st

Century ; An 

International Perspective on Education”  (1998: 4) mengatakan bahwa 

karakteristik yang harus dimiliki oleh warga negara di abad 21 ini yaitu    meliputi.

1)  Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat 

global; 

2)  Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memiliki tanggung jawab 

atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat;  

PPKn  |  139

3)  Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya; 

4)  Kemampuan berfikir kritis dan sistematis ; 

5)  Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan; 6) 

Kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah 

biasa guna melindungi lingkungan; 

6)  Kemampuan untuk memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak 

asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb); 

7)  Kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada 

tingkatan pemerintahan lokal, nasional, internasional.

Karakteristik warga negara global inilah yang harus terus dikembangkan 

dan ditingkatkan pada proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, 

sehingga akan mampu menyiapkan calon warga negara global yang dapat 

berpartisipasi secara global dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, 

konflik dan isu-isu global secara bersama sebagai salah satu kewajiban warga 

negara global.

Rangkuman

1.  Warga negara global menitikberatkan pada peran warga negara dalam 

menjalankan hak dan kewajiban secara global. Sebagai salah satu komponen 

dari warga negara bangsa maka secara umum manusia harus bisa 

menempatkan posisinya pada tataran kapan menjadi warga negara bangsa 

dan kapan menjadi warga negara global. Metoda yang dapat digunakan agar 

warga negara bangsa dapat menyadari hak-hak, peran dan tanggung jawabnya 

sebagai bagian dari warga negara global, yakni melalui mata pelajaran 

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. 

2.  Pengembangan warga  negara global menjadi salah satu tujuan utama dalam 

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan dan 

mengembangkan nilai-nilai dasar warga  negara dunia yang dijalankan melalui 

peran dan pelaksanaan akan hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh 

setiap warga dunia.  Upaya yang harus dilakukan guru Pendidikan Pancasila 

dan Kewarganegaraan terhadap peserta didik dalam rangka membangun 

warga negara global yaitu Pertama, guru harus bisa meningkatkan kemampuan 

140   |   PPKn 

sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik secara universal. 

Kemampuan tersebut bisa diterapkan melalui pengembangan kompetensi 

peserta didik tentang kesadaran hidup dalam dunia yang lebih adil, toleran, dan 

damai.  Kedua, penguatan nilai-nilai komitmen moral serta empati diluar 

kepentingan individu dan kelompok.

3.  Pendidikan Kewarganegaraan menjadi poros utama dalam menyiapkan warga

negara global di era globalisasi. Karakteristik yang harus dimiliki oleh warga

negara global menurut John C. Cogan (1999) terdiri dari beberapa kemampuan 

yakni : 1) kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga 

masyarakat global; 2) kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan 

memiliki tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat; 3) 

kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya; 4) kemampuan berfikir kritis dan sistematis ; 5) kemampuan 

menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan; 6) kemampuan 

mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna 

melindungi lingkungan; 7) kemampuan untuk memiliki kepekaan terhadap dan 

mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, 

dsb); 8) kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada 

tingkatan pemerintahan lokal, nasional, internasional.

Pembelajaran 4. Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia

 PPKn  |  101

Pembelajaran 4. Isu-Isu Kewarganegaraan dalam 

Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kompetensi

Penjabaran model kompetensi yang selanjutnya dikembangkan pada 

kompetensi guru  bidang studi yang lebih spesifik pada Pembelajaran 4. Isu-Isu 

Kewarganegaraan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada 

beberapa kompetensi guru bidang studi yang akan dicapai pada pembelajaran 

ini, kompetensi yang akan dicapai pada pembelajaran ini adalah guru PPPK 

mampu menganalisis isu-isu dan/atau perkembangan terkini 

kewarganegaraan meliputi bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, 

budaya, pertahanan keamanan dan agama, dalam konteks lokal, nasional, 

regional, dan global dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Indikator Pencapaian Kompetensi

Dalam rangka mencapai kompetensi guru bidang studi, maka 

dikembangkanlah indikator-  indikator yang sesuai dengan tuntutan kompetensi 

guru bidang studi. 

Indikator pencapaian kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran 4. 

Isu-Isu Kewarganegaraan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah sebagai berikut.

1.  Menjelaskan Konsep dan Isu Kewarganegaraan

2.  Menganalisis Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Lokal

3.  Menganalisis Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Nasional

4.  Menganalisis Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Regional

5.  Menganalisis Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Global

6.  Menganalisis Isu Kewarganegaraan  hubungannya dengan komitmen 

Negara Kesatuan Republik Indonesia

102   |   PPKn

Uraian Materi

1.  Konsep dan Isu Kewarganegaraan

a.  Konsep Kewarganegaraan 

Kata  ‘Kewarganegaraan”  masih sering dipakai untuk merujuk 

kepada situasi dan konteks tertentu dan terbatas. Kewarganegaraan sering 

dianggap hanya sebatas status legal yang memungkinkan seseorang 

untuk tinggal dan beraktivitas  dalam suatu wilayah tertentu. Kalidjernih

mengemukakan  (2009:1), terdapat tiga status yang mendefinisikan 

kewarganegaraan. Pertama, status legal yang didefinisikan oleh hak sipil, 

politikal dan sosial. Warga negara dalam definisi tersebut merupakan 

seseorang yang secara legal bertindak menurut hukum dan memiliki hak 

untuk mendapatkan perlindungan negara.  Kedua, merujuk pada 

kewarganegaraan sebagai agen politikal yang secara aktif berpartisipasi 

dalam pranata-pranata politik masyarakat.  Ketiga, berkaitan dengan 

keanggotaan warga negara dalam komunitas politikal yang menghadirkan 

suatu sumber identitas yang jelas. 

Paulus  (dalam  Winarno, 2009:51) menjelaskan bahwa pengertian 

kewarganegaraan bisa dibedakan dalam 

1)  Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan kewarganegaraan dalam arti 

sosiologis; 

2)  Kewarganegaraan dalam arti formal dan kewarganegaraan dalam arti 

material.

Kewarganegaraan dalam arti yuridis  adalah ikatan hukum antara 

negara dengan orang-orang pribadi yang karena ikatan itu akan 

menimbulkan akibat secara yuridis (hukum). Kewarganegaraan dalam arti 

sosiologis adalah kewarganegaraan yang terikat pada suatu negara oleh 

karena adanya suatu perasaan kesatuan ikatan diakibatkan satu 

keturunan, kesamaan sejarah, daerah, dan penguasa. 

Kewarganegaraan dalam arti formal adalah tempat 

kewarganegaraan itu dalam sistematika hukum, masalah 

kewarganegaraan berada pada hukum publik. Yang dimaksud 

PPKn  |  103

kewarganegaraan dalam arti materil ialah akibat hukum dari 

kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara. 

Jadi, kewarganegaraan merupakan segala sesuatu yang 

berhubungan dengan warga negara. Adapun kewarganegaraan Republik 

Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. 

b.  Pengertian Warga Negara

Istilah warga negara  dalam  dalam bahasa Inggris  “citizen” atau 

“civics” (asal katanya  civicus) dalam bahasa Yunani yang berarti penduduk 

sipil (citizen). Penduduk Sipil (citizen) ini melaksanakan kegiatan 

demokrasi secara langsung dalam suatu polis atau negara kota (city state) 

(Wuryan & Syaifullah, 2008:107).  “Polis”  adalah suatu organisasi yang 

berperan dalam memberikan kehidupan yang lebih baik bagi warga 

negaranya. Berdasarkan tinjauan tersebut warga negara memiliki 

pengertian sebagai anggota dari sekelompok manusia yang hidup atau 

tinggal di wilayah hukum tertentu (negara). 

Setiap negara berdaulat berwenang menentukan siapa saja yang 

menjadi warga negaranya. Masing-masing negara memiliki kewenangan 

sendiri untuk menentukannya sesuai konstitusi negaranya, demikian pula 

Negara Indonesia. 

Ketentuan tentang warga negara Indonesia tercantum dalam Pasal 

26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang 

menyatakan bahwa orang yang dapat menjadi warga negara Indonesia 

adalah : 

1)  Orang-orang bangsa Indonesia asli ; 

2)  Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang 

sebagai warga negara. 

Pengertian “orang-orang bangsa Indonesia asli” mengalami 

perubahan dan perkembangan. Pada awalnya yang di maksud orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang-orang yang merupakan 

golongan pribumi dan keturunannya. Orang Indonesia asli adalah 

golongan orang-orang yang mendiami bumi nusantara secara turun 

temurun sejak zaman tandum, yaitu zaman dimana tanah dijadikan sumber 

104   |   PPKn 

hidup. Perkataan “asli” mengandung syarat biologis, bahwa asal-usul atau 

turunan menentukan kedudukan sosial seseorang itu “asli”atau “tidak asli”. 

Keaslian ditentukan oleh turunan atau adanya hubungan darah antara 

yang melahirkan dan yang dilahirkan, ikatan pada tanah atau wilayahnya, 

dan turunan atau pertalian darah dan ikatan pada tanah atau wilayah 

(Winarno, 2009:69). Pada perkembangan terakhir melalui Undang-Undang 

Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 

ditentukan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang Indonesia asli 

adalah “orang yang menjadi warga negara Indonesia sejak kelahirannya 

dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri.”

Tentang orang-orang bangsa lain yang disahkan sebagai warga 

negara Indonesia adalah orang-orang Peranakan Belanda, Arab, dan 

Timur asing lainnya, termasuk orang-orang yang sebelumnya 

berkewarganegaraan negara lain (orang asing). Mereka bisa menjadi 

warga negara Indonesia melalui peraturan perundang-undangan yang 

berlaku. Adapun syarat umum bagi orang bangsa lain yang ingin menjadi 

warga negara Indonesia adalah mengakui negara Indonesia sebagai tanah 

airnya, bersikap setia kepada negara Republik Indonesia dan bertempat 

tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut. Yang demikian 

memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan 

berdasar peraturan perundangan yang berlaku. 

Dalam peraturan perundangan mengenai kewarganegaraan 

Indonesia disebutkan bahwa  orang asing dapat memperoleh 

kewarganegaraan Republik Indonesia dengan melalui permohonan. Tata 

cara bagi orang asing memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia 

melalui permohonan disebut pewarganegaraan. Jika dikaitkan dengan 

stelsel kewarganegaraan maka hal tersebut merupakan stelsel aktif  yaitu 

orang harus aktif melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu untuk dapat 

menjadi warga negara. 

Warga Negara Indonesia belum tentu menjadi penduduk Indonesia. 

Kriteria seseorang dikatakan penduduk adalah domisili atau tempat tinggal. 

Perbedaan antara penduduk negara dengan warga negara adalah 

kedudukan hukum terhadap negara. Warga negara memiliki hak dan 

kewajiban yang penuh terhadap negaranya. Sedangkan orang asing yang 

PPKn  |  105

merupakan penduduk negara memiliki hak dan kewajiban terbatas dalam 

hubungannya dengan negara yang menjadi tempat tinggalnya. 

Seseorang yang berkedudukan sebagai warga negara Indonesia 

maka memiliki status sebagai warga negara Indonesia. Peran merupakan 

aspek yang dinamis dari status seorang warga negara. Cholisin (2007) 

menjelaskan bahwa seorang warga negara memiliki 4 macam peran, yaitu 

1)  Peranan positif yaitu aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan 

dari negara untuk memenuhi kebutuhan hidup; 

2)  Peranan negatif yaitu aktivitas warga negara  untuk menolak campur 

tangan negara dalam persoalan pribadi; 

3)  Peranan pasif adalah kepatuhan warga negara terhadap peraturan 

perundang-undangan yang berlaku; 

4)  Peranan aktif adalah aktivitas warga negara untuk berpartisipasi serta 

ambil bagian dalam kehidupan bernegara, terutama dalam 

mempengaruhi keputusan publik.

Untuk itu, status atau kedudukan warga negara Indonesia baik aktif, 

pasif, positif dan negatif diakui sama dan diperlakukan sama untuk semua 

warga negara. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 27 ayat (1) 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945  bahwa 

“segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan 

pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu 

dengan tidak ada kecualinya”. 

Pengaturan tentang warga negara Indonesia secara formal terdapat 

dalam Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 

1945, yang selanjutnya dituangkan ke dalam aturan perundangan yaitu 

undang-undang tentang kewarganegaraan. 

Ketentuan material mengenai kewarganegaraan Indonesia yaitu 

tentang hak dan kewajiban warga negara terdapat pada Pasal 27 sampai 

34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang 

secara garis besar berikut ini.

1)  Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yaitu tentang hak  atas pekerjaan dan penghidupan yang 

layak. 

106   |   PPKn 

2)  Pasal 27 ayat (3)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 

Tahun 1945 yaitu hak untuk membela negara.

3)  Pasal 28  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 

1945 yaitu hak berpendapat.

4)  Pasal 28 A sampai J  Undang-Undang Dasar Negara Republik 

Indonesia Tahun 1945  mengenai hak asasi manusia dan kewajiban 

dasar manusia.

5)  Pasal 29 ayat (2)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 

Tahun 1945  yaitu hak kemerdekaan dalam memeluk  agama. Hak ini 

tidak hanya merupakan hak warga negara tetapi juga hak penduduk 

Indonesia.

6)  Pasal 30 ayat (1)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 

Tahun 1945 yaitu hak dalam usaha pertahanan negara.

7)  Pasal 31 ayat (1)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 

Tahun 1945  yaitu hak untuk mendapatkan pengajaran atau 

pendidikan.

8)  Pasal 32 ayat (1)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 

Tahun 1945  yaitu kebebasan masyarakat dalam memelihara dan 

mengembangkan nilai-nilai budayanya.

9)  Pasal 33  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 

1945 yaitu hak ekonomi.

10)  Pasal 34 ayat (1)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 

Tahun 1945 yaitu hak mendapatkan jaminan sosial

Kewajiban warga negara pada dasarnya adalah hak negara 

sebagai organisasi kekuasaan memiliki sifat memaksa, memonopoli, dan 

mencakup semua. Oleh karena itu merupakan hak negara untuk ditaati dan 

dilaksanakan hukum-hukum yang berlaku di negara tersebut. 

Aristoteles menyatakan bahwa warga negara yang bertanggung 

jawab adalah warga negara yang baik, sedangkan warga negara yang baik 

ialah warga negara yang memiliki keutamaan (excellence) atau kebajikan 

(virtue)  selaku warga negara (Wuryan & Syaifullah, 2008:118).  Untuk itu 

setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang harus  di

laksanakan dengan baik dan tanggung jawab.  

PPKn  |  107

Warga negara sebagai bagian penting dari eksistensi negara 

dituntut untuk memiliki kompetensi atau kemampuan-kemampuan yang 

direfleksikan dalam sikap, perilaku atau perbuatan sebagai warga 

masyarakat dan warga negara. Ricey dalam (Wuryan &Syaifullah, 

2008:130) mengemukakan ada enam kompetensi warga negara yaitu : 

1) Kemampuan memperoleh informasi dan menggunakan informasi; 

2) Membina ketertiban ;

3) Membuat keputusan; 

4) Berkomunikasi; 

5) Menjalin kerjasama, dan membuat keputusan; 

6) Melakukan berbagai macam kepentingan secara benar. 

Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah 

mempersiapkan warga negara yang baik, yaitu individu yang 

melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan 

dapat berpartisipasi secara baik pula dalam masyarakatnya. 

Implementasinya praktik pendidikan kewarganegaraan akan dapat 

mendidik warga negara yang baik melalui strategi pembelajaran yang 

mampu menawarkan kepada peserta didik pelbagai kemungkinan dan 

pilihan (Kalidjernih, 2009:106). Dengan belajar mengidentifikasi fenomena-fenomena  yang nyata dalam kehidupan masyarakat, maka peserta didik 

dapat berefleksi tentang lingkungannya. 

c.  Isu Kewarganegaraan

Dilihat dari substansinya, dalam Kurikulum 2013 Standar Isi 

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Sekolah Tingkat 

Menengah Pertama dan Atas secara pedagogis banyak berorientasi pada 

persoalan-persoalan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan atau 

yang disebut dengan istilah Isu/Persoalan Kewarganegaraan. Bahkan 

pada setiap kompetensi dasar pada KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4 terdapat 

muatan yang berorientasi pada persoalan kewarganegaraan Indonesia. 

Sebagaimana sifat pembelajaran Pendidikan Pancasila dan 

Kewarganegaraan yang dinamis, seiring dengan perkembangan  zaman 

bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus mewadahi 

peserta didik untuk memahami berbagai persoalan atau isu-isu 

108   |   PPKn 

kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya membekali 

peserta didik di sekolah dengan pengetahuan tentang isu-isu global, 

budaya, lembaga, dan sistem internasional. 

Warga negara yang baik dan cerdas serta bertanggung jawab 

adalah warga negara yang secara dinamis mengetahui dan memahami isu-isu kewarganegaraan . Sekolah merupakan salah satu wadah untuk 

menumbuh kembangkan pemahaman warga negara terhadap berbagai isu 

kewarganegaraan yang sedang hangat terjadi. Bisa berkaitan dengan isu-isu pada bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, 

pertahanan keamanan dan agama, dalam konteks lokal, nasional, regional,

dan global dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Isu 

kewarganegaraan secara terminologi berasal dari kata isu dan 

kewarganegaraan. Dimana isu berarti masalah yang dikedepankan 

(https://kbbi.web.id/isu) dan kewarganegaraan berarti sesuatu yang  tidak 

sebatas keanggotaan seseorang dari organisasi negara, tetapi meluas 

kepada hal-hal yang terkait dengan warga negara dalam kehidupan 

berbangsa dan bernegara (Cholisin, 2016). Jadi, isu kewarganegaraan 

dapat disimpulkan sebagai suatu masalah yang urgen atau penting terkait 

kehidupan warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa, dan 

bernegara.

2.  Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Lokal

a.  Isu Kewarganegaraan pada teritorial lokal 

Pada region lokal isu kewarganegaraan akan dilihat pada batasan teritori 

wilayah administratif bagian dari suatu negara yaitu provinsi atau wilayah 

bagian terkecil dibawahnya. 

Isu kewarganegaraan dalam konteks lokal berorientasi pada isu-isu 

kewarganegaraan pada teritorial  lokal atau wilayah bagian suatu negara seperti 

provinsi atau kabupaten  kota. Indonesia sendiri adalah negara yang 

multikultural dan majemuk. Keduanya menjadi identitas khas bangsa Indonesia 

yang dapat memperkaya sekaligus menjadi faktor  trigger  (pemicu) lahirnya 

perpecahan.  Dilematik paradigma ini yang dapat menjadi alasan munculnya 

berbagai isu kebangsaan dalam teritorial  lokal yang dapat melunturkan nilai 

PPKn  |  109

kebhinekaan serta rasa kebangsaan seperti cinta tanah air, patriotik, dan bela 

negara.

Realita tersebut dapat menjadi paradigma negatif pendidikan 

kewarganegaraan di Indonesia, dan kontra dengan hakikat PKn sebagai 

pendidikan multikultural  untuk membangun kehidupan yang rukun dan 

harmonis. Sebagaimana dalam (Setiawan dan Yunita, 2017) bahwa Pendidikan 

Kewarganegaraan diharapkan dapat menjadikan warga  negara yang  selalu ikut 

berpartisipasi dalam pembangunan negara, yaitu menjaga keutuhan bangsa 

dan mampu hidup rukun dan  harmonis dalam masyarakat Indonesia yang 

berBhineka Tunggal Ika.

Stereotip penduduk asli dengan pendatang  misalkan, dimana penduduk 

asli lebih diutamakan dan mempunyai kedudukan yang spesial dengan 

pendatang. Contoh,  tragedi Sampit antara penduduk asli suku Dayak dengan 

pendatang suku Madura.  Seluruh penduduk asli di kota Sampit Kalimantan 

Tengah dan bahkan meluas sampai ke  seluruh provinsi yang merasa tidak 

nyaman dengan keberadaan para pendatang dari suku Madura yang secara 

agresif berkembang untuk menguasai sektor industri komersial daerah kota 

Sampit Kalteng. Hal ini mengakibatkan kecemburuan sosial dan  ekonomi oleh 

kalangan suku Dayak sehingga memicu perang antar suku.

Isu etnosentrisme di Indonesia seakan menjadi cambuk spirit perlunya 

peran pendidikan kewarganegaraan dalam memberikan peran edukasi untuk 

mencegah dampak negatif dari etnosentrisme. Untuk itu perlu upaya khusus 

untuk mengimplementasikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

menjadi wahana pendidikan multikultural di daerah-daerah sejak dini melalui 

institusi sekolah. Karena permasalahan etnosentrisme tidak hanya terjadi pada 

suku Dayak dengan Madura saja, ada banyak isu etnosentrisme yang pernah 

dan bahkan senantiasa menjadi rutin terjadi di Indonesia, Seperti kebiasaan 

suku pedalaman di Papua yang tetap menggunakan koteka dalam keadaan 

apapun dan dilihat oleh siapapun bahkan yang bukan orang Papua sekalipun.

Pemakaian koteka tentu tidaklah salah karena itu adalah kekayaan budaya 

salah satu bangsa Indonesia. Yang menjadi kekeliruannya sehingga 

mengakibatkan timbulnya nilai etnosentris adalah pemakaian koteka di situasi 

dan kondisi yang orang-orangnya berlatarkan multi etnis. Jadi,  etnosentrisme 

110   |   PPKn 

merupakan suatu sikap seseorang yang berlebihan kecintaannya terhadap nilai 

adat istiadat sukunya sendiri dan menganggap sukunya yang terbaik.

Etnosentrisme adalah penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar 

nilai dan standar budaya sendiri. Orang-orang etnosentris menilai kelompok lain 

relatif terhadap kelompok atau kebudayaannya sendiri, khususnya bila 

berkaitan dengan bahasa, perilaku, kebiasaan, dan agama. Perbedaan dan 

pembagian etnis ini mendefinisikan kekhasan identitas budaya setiap  suku 

bangsa. Etnosentrisme mungkin tampak atau tidak tampak, dan meski 

dianggap sebagai kecenderungan alamiah dari psikologi manusia, 

etnosentrisme memiliki konotasi negatif di dalam masyarakat 

(https://id.wikipedia. org/wiki/Etnosentrisme).

b.  Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Pancasila dan 

Kewarganegaraan

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan  seyogyanya harus 

secara terencana, terstruktur, dan terukur dengan baik untuk menerapkan 

pendidikan multikultural di institusi sekolah-sekolah. Melalui kerjasama 

seluruh  stakeholder  akan lebih memudahkan target tercapainya dengan baik 

pendidikan multikultural disekolah-sekolah.

Pendidikan multikulturalisme adalah pendidikan yang menitikberatkan 

pada 2 hal yaitu kebebasan dan toleransi. Dalam pengertian yang  paling 

sederhana, kebebasan berarti ketiadaan dari paksaan-paksaan atau 

pembatasan-pembatasan  (Kalidjernih, 2009:  17).  Toleran sering dipahami 

sebagai suatu kerelaan untuk 'membiarkan sendiri'  (leave alone)  dengan 

sedikit refleksi pada motif-motif yang ada di balik posisi tersebut. Pendidikan 

multikultural menurut pemikiran Freddy K. Kalidjernih, kuncinya adalah 

masalah kebebasan dan toleransi yang mana kebebasan yang dimaksud 

adalah kehidupan tanpa ada batasan-batasan selama itu adalah hak 

warganegara, dan  toleransi menjadi kunci kedua dalam multikulturalisme 

karena melalui toleransi warga  negara akan terhindar dari sifat fanatik dan 

prasangka. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus dapat 

menginternalisasi pentingnya nilai kebebasan dan toleransi pada tiap diri 

peserta didik atau warga negara. 

PPKn  |  111

Pada jurnal  civics  dengan judul “Pendidikan Multikultural Untuk 

Membangun Bangsa Yang Nasionalis Religius” (Ambarudin, 2016) 

Pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan sikap dan tata 

laku seseorang  atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan 

manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara 

humanistik. Pendidikan multikultural mengandung arti bahwa proses 

pendidikan yang diimplementasikan pada kegiatan pembelajaran di satuan 

pendidikan selalu mengutamakan unsur perbedaan sebagai hal yang biasa, 

sebagai implikasinya pendidikan multikultural membawa peserta didik untuk 

terbiasa dan tidak mempermasalahkan adanya perbedaan secara prinsip 

untuk bergaul dan berteman dengan siapa saja tanpa membedakan latar 

belakang budaya, suku bangsa, agama, ras, maupun adat istiadat yang ada.

Polemik  atau isu kewarganegaraan dalam konteks lokal  sebenarnya

ada banyak dan tidak hanya sebatas isu etnosentrisme, yang paling umum 

adalah isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan). Karena pada 

tatanan lokal biasanya isu SARA lebih rentan terjadi. Namun etnosentrisme 

sebenarnya adalah bagian dari kekerasan SARA, hanya saja memang 

etnosentrisme dianggap menjadi polemik kewarganegaraan yang tidak ada 

habis-habisnya. Untuk itu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

memiliki  tanggung  jawab besar untuk  memfasilitasi edukasi positif kepada 

warga negara dalam hal pendidikan multikulturalisme.

3.  Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Nasional

Dalam konteks nasional, isu kewarganegaraan cakupannya berkaitan 

dengan seluruh teritorial  bangsa Indonesia yang kompleks. Nasional 

sendiri dapat diartikan sesuatu yang bersifat kebangsaan; berkenaan atau 

berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa 

(https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nasional). Sementara dalam buku 

bahan ajar “Identitas Nasional” (Sulisworo, Wahyuningsih, dan Arif, 2012) 

dijelaskan bahwa Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa,  yaitu 

“natie”  dan  “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh 

112   |   PPKn 

sejarah yang memiliki unsur satu kesatuan bahasa, daerah, ekonomi, dan 

satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.

Dari penjelasan diatas, maka dapat dipahami bahwa 

kewarganegaraan adalah perihal kebangsaan atau berkenaan dengan 

bangsa sendiri yang meliputi unsur-unsur seperti kesatuan bahasa, 

kesatuan daerah, kesatuan ekonomi, kesatuan hubungan ekonomi, dan 

kesatuan budaya. Isu kewarganegaraan dalam konteks nasional secara 

garis besar akan meliputi isu-isu yang berkaitan dengan bidang ideologi, 

politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama 

dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

a.  Ideologi

Isu kewarganegaraan dalam konteks nasional pada bidang 

ideologi merupakan salah satu isu yang paling sering banyak 

dibicarakan. Indonesia telah lama dihujani isu-isu yang berdampak 

pada rasa kekhawatiran keberadaan dan kausalitas ideologi kita yaitu 

Pancasila yang  akan memicu  disintegrasi bangsa. Contohnya isu 

gerakan pembentukan negara khilafah di bumi Indonesia. Isu ini 

memicu disintegrasi, bahkan sampai menjadi bahan propaganda 

esensi kebenaran Jihad dalam  Islam. Sehingga tidak sedikit umat 

beragama Islam di Indonesia yang terjebak di  dalamnya. Sebut saja 

kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)  yang menginginkan 

terbentuknya negara Indonesia sebagai negara khilafah.

Dilain pihak selaku pemegang otoritas, pemerintah sejak 19 Juli 

lalu HTI resmi dibubarkan. Pemerintah mengkategorikannya sebagai

organisasi anti  Pancasila. Gagasan khilafah yang diusung dianggap 

bertentangan dengan dasar ideologi negara dan mengancam kesatuan 

Indonesia. Realitas ini tentu dapat mengganggu ketentraman bangsa 

Indonesia oleh karena orasi dan propaganda pihak HTI yang dianggap 

dapat melunturkan jiwa pancasilais bangsa Indonesia. 

Pemerintah pun telah resmi melarang organisasi FPI yaitu Front 

Pembela Islam berdasarkan peraturan perundang-undangan yang 

sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82 PUU  112013 

tertanggal 23 Desember tahun 2014. Larangan terhadap aktivitas FPI 

PPKn  |  113

dikarenakan FPI tidak mempunyai  legal standing, baik sebagai 

organisasi kemasyarakatan maupun sebagai organisasi biasa. Tindak 

lanjutnya adalah Surat Keputusan Bersama tentang  Larangan 

kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian FPI yang 

diterbitkan pada 30 Desember 2020. SE Bersama tersebut bertujuan 

agar setiap warga negara tidak terlibat dalam paham dan praktik 

radikalisme. 

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program pendidikan 

yang  juga berfokus pada penanaman nilai-nilai Pancasila, secara 

esensial juga turut bertanggung  jawab untuk membentuk karakter 

Pancasilais. Konsepsi ini tentu dapat menjadi solusi alternatif 

menyelesaikan persoalan isu pembentukan negara khilafah  dan 

radikalisme. Hal  ini didukung oleh paradigma substantif-pedagogis 

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yaitu untuk membentuk 

peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan 

cinta tanah air, dan mengembangkan semua potensi peserta didik yang 

menunjukkan karakter yang memancarkan nilai-nilai Pancasila 

(Winataputra, 2015). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 

dalam frame pendidikan berperan memberi andil secara signifikan 

dalam membentuk warganegara yang cinta tanah air dan Pancasilais.

b.  Pertahanan dan Keamanan

Separatisme adalah suatu paham yang mengambil keuntungan 

dari pemecah-belahan dalam suatu golongan (bangsa).  Separatisme 

politis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan 

memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya 

kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain 

atau suatu negara lain. Gerakan separatis biasanya berbasis 

nasionalisme atau kekuatan religious (Hartati, 2010). Kasus-kasus 

separatisme  di Indonesia sering  kali  dihubungkan dengan Aceh 

melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Papua melalui Organisasi 

Papua Merdeka (OPM). 

Untuk GAM, secara resmi melalui peran dan kebijakan SBY 

(Susilo Bambang Yudhoyono) Presiden Republik Indonesia ke-6. Pada 

tahun 2005 terjadi kesepakatan di kota Helsinki (Finlandia), yang diikuti 

114   |   PPKn 

dengan penetapan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan 

Aceh. Dalam rangka menyelesaikan masalah atau konflik sosial di 

kalangan masyarakat, Pemerintahan  presiden RI  SBY juga 

membentuk lembaga-lembaga dialog. Antara lain pembentukan Forum 

Kerukunan Umat Beragama (FKUB).  Presiden  SBY berperan 

memfasilitasi proses perjanjian untuk damai melalui dialog-dialog. 

Untuk isu separatisme di Papua masih menjadi bara yang 

sewaktu-waktu siap untuk mengeluarkan api yang besar dan berefek 

merugikan bagi kedamaian negara persatuan Republik Indonesia. 

Intensitas dan kompleksitas konflik di Papua semakin menjadi-jadi tiap 

masanya. Tahun 2013 terjadi peningkatan intensitas konflik ketika 

aparat polisi menjadi lebih represif dalam 14 menghadapi kelompok-kelompok separatis Papua seperti national  liberation army  atau 

Organisasi Papua Merdeka. Kekacauan nasionalisme di tanah Papua 

ini sungguh menjadi PR besar bagi Indonesia dalam menata dan 

mendudukkan  kembali makna Negara kesatuan Republik Indonesia 

yang terlahir dari proses panjang di  masa lalu pada saat masa 

perjuangan kemerdekaan.

c.  Ekonomi

Kesenjangan antara sikaya dengan si  miskin, seakan menjadi 

jargon yang buruk bagi Indonesia. Tercatat, disparitas antara si kaya 

dengan si miskin masih saja menjadi  momok bagi Indonesia. Hal ini 

dikarenakan bahwa faktanya pada maret tahun 2019 BPS 15 (Badan 

Pusat Statistik) melansir masih ada 25,14 juta penduduk indonesia 

tergolong miskin. Survey ini pada satu sisi ada perbaikan karena 

jumlahnya mengurang 810 ribu dari tahun sebelumnya (lihat 

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190715132823-532-412205/jumlahpenduduk-miskin-ri-maret-2019-turun-jadi-2514-juta?).. 

Angka 25,14 juta  itu bukanlah angka kecil, karena  berdampak pada 

kelompok yang berpendapatan rendah kesulitan untuk mengakses 

kebutuhan dan pelayanan dasar seperti makanan, kesehatan dan 

pendidikan.

Polemik marjin ekonomi warga, dalam konsep kewarganegaraan 

akan memicu rendahnya egality (perasaan atas kedudukan yang sama 

PPKn  |  115

atau persamaan)  yang  berkaitan erat dengan  civic virtue  (kebajikan 

warga negara). Tentu dalam kontekstual civics ini kontradiktif dan perlu 

adanya reaktualisasi konsep pembelajaran economi  civic  yang lebih 

digalakkan lagi di  sekolah-sekolah. Dalam konteks  civic education, 

bahwa economic civic  selain mengutamakan unsur keterampilan warga

negara untuk cerdas bersikap dalam menentukan masa depannya dan 

sumbangsihnya pada negara dan bangsanya, juga harus 

mempertimbangkan sisi prinsip hidup yang saling menghormati atau 

menghargai (inilah sisi  civic  virtue-nya) atau  egality.  Simpulan ini 

diadaptasi dalam penjelasan materi perkembangan pembelajaran 

civics  yang berorientasi pada  community,  economic, dan  vocational 

civics (Wahab dan Sapriya, 2011). 

Persoalan  ekonomi akan memiliki efek negatif  terhadap bidang 

politik dan budaya yang akan melahirkan diskriminasi maupun 

marjinalisasi. Untuk itu, guru dan segenap pemangku kepentingan 

ataupun agen pendidikan kewarganegaraan di Indonesia perlu 

memperhatikan sisi  disposition  warga  negara dalam konteks 

aktualisasi perekonomiannya. Apalagi dalam dimensi pendidikan, 

khususnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan secara 

eksplisit bertanggung  jawab pada pembinaan ekonomi warga  negara 

yang kreatif dan terkontrol. Terkontrol dalam arti kreativitas ekonomi 

yang dibangun tetap dinetralisir dengan sikap berekonomi yang 

humanis yaitu menjaga prinsip menghargai dan menghormati, agar 

jangan sampai terjadi atau terciptanya  disparitas  atau  marginalisasi  dan 

diskriminasi yang mengakibatkan kecemburuan sosial atau bahkan 

perseteruan.

4.  Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Regional  (Region 

ASEAN)

Dalam konteks region, isu kewarganegaraan berfokus pada region 

ASEAN, berupa bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, 

pertahanan keamanan dan agama. Isu krusial pada konteks ini adalah 

berkaitan dengan ideologi, agama, politik, dan sosial yang juga merupakan 

116   |   PPKn 

bagian dari isu global. Namun dalam konteks regional ASEAN, 

berhubungan dengan hubungan bilateral dan multilateral, serta 

harmonisasi spiritual dan sosial serta politik antar negara ASEAN.

Persoalan radikalisme dan ekstrimisme merupakan isu sentral dalam 

konteks hubungan regional ASEAN. Radikalisme adalah suatu paham 

yang dibuat  oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau 

pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat 

diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama 

yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, 

sehingga tidak jarang penganut dari paham/aliran tersebut menggunakan 

kekerasan kepada orang yang berbeda paham/aliran untuk 

mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya 

untuk diterima secara paksa (Asrori, 2015).

Dengan definisi yang demikian tentu ini berlawanan dengan keinginan 

hidup rukun dan damai serta harmonis antar warga di lingkungan ASEAN. 

Tercatat isu radikalisme, Baru-baru ini kasus Islamic State of Iraq and Syria

(ISIS) di Irak Suriah diyakini mampu membangkitkan dan menginspirasi 

makar maupun aksi teror di regional Asia Tenggara. Pihak berwenang di 

setiap negara ASEAN harus mulai menyadari potensi tumbuhnya bibit-bibit 

radikalisme Islam di area masing  masing. Sebab kali ini, ISIS sangat masif, 

kreatif, serta menarik minat pemuda melakukan propaganda dibandingkan 

Jemaah Islamiyah (JI) ataupun al-Qaeda pada satu dekade yang lalu (lihat 

https://asc.fisipol.ugm.ac.id/2015/08/27/648/).

Hal tersebut  mengkhawatirkan bagi seluruh warga di  kawasan ASEAN. 

Karena  menyangkut rasa kemanusiaan dan persaudaraan. Jelas bahwa 

paham radikalisme menghendaki cara kekerasan sampai pada  perilaku 

terorisme. Dalam konsepsi civics hal ini melanggar esensi hakikat manusia

yang berhak mendapatkan perlindungan  hak asasi manusia. Kedudukan 

manusia pada hakikatnya telah sejak lahir melekat hak asasi yang perlu 

dilindungi dan dihormati antar sesama  manusia. Pendidikan bagi warga 

ASEAN dalam konteks kewargaan yang adil, menghormati, tertib, dan 

PPKn  |  117

berkemanusiaan merupakan hal-hal yang tidak terpisahkan dalam upaya 

membangun kewargaan yang  smart and good  khususnya di region Asia 

Tenggara.

5.  Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Global

Dalam konteks global, isu kewarganegaraan diulas lebih luas lagi 

teritorinya. Ada banyak sekali isu-isu yang bermunculan di abad digital ini. 

Pada cakupan kali ini  akan lebih banyak membahas isu-isu yang paling 

rentan terjadi termasuk yang secara signifikan berdampak pada Negara 

Indonesia yang diantaranya meliputi di bidang ideologi, politik,  hukum, 

ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama.

Hasil pengamatan PBB (https://www.liputan6.com/ 

global/read/3650933/5-isu-krusial-yang-akan-dibahas-dalam-sidang-majelis-umum-pbb-2018), setidaknya pada tahun 2018 ada lima isu yang 

krusial di  dunia dan isu-isu tersebut tentu  include  dan berkorelasi dengan 

kajian kewarganegaraan atau Pendidikan Pancasila dan 

Kewarganegaraan.  Pertama,  isu krisis kemanusiaan dan hak asasi 

manusia di Myanmar yaitu kelompok Rohingnya atau kelompok umat 

muslim di Negara Myanmar merupakan krisis kemanusiaan dan hak asasi 

manusia terburuk di dunia. Kedua, krisis kemanusiaan dan pertempuran di 

Suriah yang mengakibatkan eskalasi 19 (peningkatan) pengungsi suriah di 

berbagai negara, dan termasuk ada 3 juta orang melarikan  diri ke Negara 

Turki.  Ketiga, isu yang sama yaitu pengungsian oleh  warga  negara 

Palestine. Konflik Palestina dan Israel seakan tidak ada habisnya. Hampir 

5 juta orang Palestina  mengungsi dikarenakan agresi militer Israel dan 

bahkan juga dikarenakan krisis  dana operasional.  Keempat,  perseteruan 

politik antara Iran dengan Amerika Serikat yang menyeret isu keagamaan 

dalam skup regional yaitu kelompok garis keras atau disebut ISIS. Kelima, 

isu senjata nuklir dan rudal oleh Negara Korea Utara yang mengakibatkan

terjadinya rivalitas antara Korea Utara dengan Amerika Serikat yang 

tentunya akan mengkhawatirkan negara sekitar yang bisa saja terkena 

dampaknya. 

118   |   PPKn 

Kelima isu diatas, secara garis besar turut masuk pada aktualisasi 

kewarganegaraan global yang sarat akan konflik kemanusiaan, hubungan 

bilateral maupun multilateral, ancaman keamanan atau suasana kondusif 

secara global, konflik hak asasi manusia, dan masalah pengungsian. 

Isu kewarganegaraan yang juga krusial dalam konteks global adalah 

isu ideologi  ekstrimisme  atau sering dilabelkan dengan istilah teroris 

karena sifat ekstrimnya atau menggunakan kekerasan dan menghalalkan 

cara-cara kotor serta tidak manusiawi. Contoh peristiwa yang terjadi di 

Charlottesville di Amerika Serikat 2017, di Chemnitz, Jerman pada 2018 

dan serangan teroris baru-baru ini di Christchurch, Selandia Baru (lihat 

https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-48184050).  Peristiwa tersebut 

tertuju pada upaya merebut kekuasaan dari pemerintahan yang syah 

dengan menunggangi isu-isu agama sebagai isu ideologi gerakannya. Jika 

dimasa lampau gerakan-gerakan ekstrimis klasik hanya berkutat pada 

tataran aqidah, maka gerakan ekstrimis kontemporer telah mampu untuk 

menunjukkan eksistensi hingga pada tataran syari’ah dengan melakukan 

perlawanan ekstrim hingga pada aksi terorisme (Nugraha, 2016).

6.  Isu Kewarganegaraan hubungannya dengan komitmen Negara 

Kesatuan Republik Indonesia

1.  Proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia

Setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima tanggal 

6 Agustus 1945 tiga hari kemudian, pada tanggal 9 Agustus 1945 kota 

Nagasaki juga dihancurkan dengan bom atom. Akibatnya, Jepang menyerah 

tanpa syarat kepada Amerika Serikat, salah satu satu anggota Sekutu dalam 

Perang Dunia II, pada tanggal 15 Agustus 1945 waktu Indonesia. Berita 

penyerahan Jepang itu dapat diketahui oleh kalangan pemuda bangsa 

Indonesia di kota Bandung tanggal 15 Agustus 1945 melalui berita siaran 

radio BBC London.

Sejak tanggal 15 Agustus 1945 terjadi kekosongan kekuasaan 

(vacuum of power) atas wilayah Indonesia. Keadaan seperti ini merupakan 

peluang yang sangat baik bagi bangsa Indonesia untuk memproklamasikan 

PPKn  |  119

kemerdekaannya. Oleh karena itu, para pemuda yang telah mendengar 

berita kekalahan pasukan Jepang segera mendesak Soekarno –  Hatta untuk 

segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun keinginan itu 

ditolak sehingga muncul Peristiwa Rengasdengklok (16 Agustus 1945). Ir. 

Soekarno, Ibu Fatmawati, Guruh Soekarnoputra, dan Moh. Hatta 

“diamankan” oleh pemuda ke Rengasdengklok. 

Penculikan tersebut bertujuan untuk menjauhkan Ir. Soekarno dan 

Moh. Hatta dari pengaruh Jepang. Selain itu pemuda mendesak untuk 

segera dilakukan proklamasi kemerdekaan. Peristiwa Rengasdengklok 

berakhir setelah  Achmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan 

nyawanya bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan 

pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Hal 

itu terjadi apabila Soekarno – Hatta dikembalikan ke Jakarta hari itu juga. Ir. 

Soekarno dan rombongan setelah sampai di Jakarta segera menuju rumah 

Laksamana Tadashi Maeda. Rumah tersebut dijadikan tempat penyusunan 

Proklamasi Kemerdekaan. 

Di rumah tersebut hadir beberapa tokoh-tokoh Indonesia, yaitu Ir. 

Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo. Tokoh-tokoh tersebut yang 

merumuskan teks Proklamasi Kemerdekaan. Turut serta Soekarni, B.M. 

Diah, Soediro, dan Chairul Saleh, Satjuti Melik mendapat tugas  untuk 

mengetik naskah proklamasi. Setelah teks Proklamasi berhasil disusun 

semua tokoh kembali ke rumah masing-masing. Sebagian tokoh 

menyebarkan berita akan diadakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Keesokan harinya dilaksanakan pembacaan Proklamasi 

Kemerdekaan  Indonesia. Proklamasi dilaksanakan di halaman rumah Ir. 

Soekarno  di  Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta (sekarang Jalan 

Proklamasi), pada  hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB 

(pertengahan bulan Ramadhan). Tepat pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 

1945 pukul 10.00 WIB acara dimulai. Bung Karno dengan didampingi Bung 

Hatta berpidato sejenak dan membacakan teks  Proklamasi Kemerdekaan 

Indonesia. 

Bagi bangsa Indonesia, Proklamasi merupakan sumber hukum

pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan  alat  untuk 

120   |   PPKn 

mencapai tujuan negara serta  cita-cita bangsa  Indonesia.  Proklamasi 

mempunyai arti penting bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai berikut:

1) Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

2) Titik tolak pelaksanaan amanat penderitaan rakyat

3) Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan.

Proses pembentukan NKRI melalui beberapa proses yang 

membutuhkan  waktu yang lama. Beberapa faktor  yang menentukan 

pembentukan NKRI antara lain sebagai berikut.

1) Keinginan untuk merdeka dan lepas dari penjajahan

2) Mempunyai tempat tinggal yang sama yaitu kepulauan Indonesia.

3) Persamaaan nasib karena dijajah bangsa asing.

4) Tujuan bersama untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan  sebagai 

suatu bangsa.

Berdasarkan faktor-faktor di atas bangsa Indonesia 

memproklamasikan  kemerdekaannya dengan urutan peristiwa sebagai 

berikut.

1)  Terbentuknya kesadaran bahwa kemerdekaan adalah hak segala

bangsa. Tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang berhak merebut

kemerdekaan menjajah bangsa lain.

2)  Adanya pergerakan untuk melawan penjajah. Dimulai dari  pergerakan 

yang bersifat tradisional dan kedaerahan berkembang  menjadi 

pergerakan modern dan bersifat nasionalis.

3)  Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan yang ditandai dengan

dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.

4)  Penyusunan alat-alat kelengkapan negara.

Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah “norma pertama” dalam tata 

hukum  Republik Indonesia. Sebagai norma pertama Proklamasi 

Kemerdekaan menjadi dasar bagi berlakunya semua aturan lainnya di 

Indonesia. Secara filosofis, Proklamasi kemerdekaan tidak bisa dipisahkan 

dengan pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila. Undang-Undang 

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah kerangka tata hukum, 

sebagai aturan dasar tertulis yang tertinggi kedudukannya di negara 

Republik Indonesia. 

PPKn  |  121

2.  Peran Daerah Tempat Tinggal dalam Kerangka Negara Kesatuan 

Republik Indonesia

Pemerintahan memiliki dua arti, yakni dalam arti  luas dan dalam arti 

sempit. Pemerintahan dalam arti luas disebut  regering  atau  government,

yakni pelaksanaan tugas seluruh badan-badan, lembaga-lembaga, dan 

petugas-petugas yang diserahi wewenang mencapai tujuan negara. Arti 

pemerintahan mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif atau 

alat-alat kelengkapan negara lain yang juga bertindak untuk dan atas nama 

negara.  Sedangkan pemerintah dalam arti sempit yakni mencakup 

organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan. Titik berat 

pemerintahan dalam arti sempit hanya berkaitan dengan kekuasaan yang 

menjalankan eksekutif saja. 

Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia mengakibatkan 

terjadinya pergeseran paradigma dari sentralistik ke arah desentralisasi, 

yang ditandai dengan pemberian otonomi kepada daerah. Pembentukan 

pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Pasal 18 Undang-Undang 

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi dasar berbagai 

produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang 

mengatur mengenai pemerintah daerah. Adapun tujuan pembentukan 

daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik 

guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping 

sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 

mengatur tentang pemerintahan daerah dalam Pasal 18, 18 A dan 18 B yang 

menegaskan hal-hal sebagai berikut.

1)  Wilayah Indonesia terbagi atas daerah provinsi, kabupaten, dan kota

2)  Pemerintah daerah memiliki hak untuk mengurus daerah sendiri menurut 

asas otonomi daerah dan tugas perbantuan

3)  Hubungan pemerintah pusat dan daerah memperhatikan kekhususan dan 

keragaman daerah

4)  Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah 

yang bersifat khusus atau istimewa 

122   |   PPKn 

5)  Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat 

serta hak-hak tradisionalnya selama masih hidup dan sesuai dengan 

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan 

pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara 

pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah otonom. Kemudian DPRD adalah 

lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur 

penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian maka kepala 

daerah dan DPRD berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai 

fungsi yang berbeda. Kepala Daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan 

atas Perda dan kebijakan daerah, sedangkan DPRD mempunyai fungsi 

pembentukan perda, anggaran dan pengawasan. Dalam mengatur dan 

mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, 

DPRD dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat Daerah. 

Peraturan  perundang-undangan yang paling mendasar dalam 

penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah:

1)  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 

yang merupakan induk penyelenggaraan pemerintahan daerah.

2)  Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan 

antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah. Mengatur 

prosentase pembagian keuangan antara pusat, dan daerah khususnya 

pendapatan yang masuk ke kas negara, serta mengatur tentang 

penyusunan APBD.

3)  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 2 

Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang 

Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut induk penyelenggaraan 

pemerintahan daerah terbaru. Seluruh ketentuan yang berkaitan dengan 

otonomi daerah harus menyesuaikan dengan undang-undang ini. 

Otonomi Daerah menurut undang-undang tersebut adalah hak, 

wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus 

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat 

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun yang 

PPKn  |  123

dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan 

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat 

daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip 

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan 

Republik Indonesia. 

4)  Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan 

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan 

Pemerintahan Daerah Kab/Kota.

Otonomi daerah di Indonesia diatur dalam undang-undang yang dalam 

perkembangannya telah mengalami perubahan dan terakhir dengan 

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya untuk mewujudkan 

tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu peningkatan kesejahteraan 

masyarakat melalui pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah 

memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberi pelayanan,

peningkatan peran serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang 

bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. 

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah diarahkan 

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui 

peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. 

Melalui otonomi luas, dalam konteks globalisasi, daerah diharapkan mampu 

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, 

pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan 

keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik 

Indonesia. 

Pemberian otonomi kepada daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip 

negara kesatuan. Pada sebuah negara kesatuan, kedaulatan hanya ada di 

pemerintahan negara atau nasional dan tidak ada kedaulatan pada daerah. 

Oleh karena itu tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan 

daerah akan tetap ada pada pemerintah pusat. Untuk itu pemerintahan 

daerah pada negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan 

pemerintahan pusat, dan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh 

124   |   PPKn 

daerah merupakan  bagian integral dari kebijakan nasional. Dengan demikian 

terdapat pemerintah pusat di satu sisi, dan pemerintah daerah di sisi lain. 

Hubungan di antara keduanya dalam sistem negara kesatuan. 

Sebagai konsekuensinya maka terdapat :

1)  Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan 

negara tingkat yang lebih diatas kepada yang lebih di bawah guna 

melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan, 

misalnya pelimpahan kekuasaan dan wewenang menteri kepada 

gubernur.

2)  Desentralisasi yaitu pelimpahan kekuasaan perundang-undangan dan 

pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di dalam lingkungannya. 

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas menunjukkan betapa pentingnya 

pemerintahan daerah dalam suatu negara. Penyelenggaraan pemerintahan 

daerah melalui sistem desentralisasi yang berintikan pada otonomi 

merupakan syarat mutlak di dalam negara demokrasi.  Otonomi dan 

demokrasi merupakan satu kesatuan sebagai bentuk pemerintahan yang 

menempatkan rakyat sebagai penentu utama dalam negara. Otonomi yang 

diselenggarakan di Negara Kesatuan Republik Indonesia dipengaruhi oleh 

faktor-faktor sebagai berikut :

1)  Keragaman bangsa Indonesia dengan sifat-sifat istimewa pada 

berbagai golongan tidak memungkinkan pemerintahan 

diselenggarakan secara seragam;

2)  Wilayah Indonesia yang berpulau-pulau dan luas dengan segala 

pembawaan masing-masing memerlukan cara-cara penyelenggaraan 

yang sesuai dengan keadaan dan sifat-sifat dari berbagai pulau 

tersebut;

3)  Desa dan berbagai persekutuan hukum merupakan salah satu sendi 

yang ingin dipertahankan dalam susunan pemerintahan negara ;

4)  Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 

tahun 1945 menghendaki susunan pemerintahan yang demokratsi. 

Desentralisasi adalah salah satu cara mewujudkan tatanan demokrasi 

tersebut; 

PPKn  |  125

5)  Efisiensi dan efektivitas merupakan salah satu ukuran keberhasilan 

organisasi. Indonesia yang luas dan penduduk yang banyak dan 

beragam memerlukan cara penyelenggaraan pemerintahan negara 

yang menjamin efisiensi dan efektivitas. Dengan membagi-bagi 

penyelenggaraan pemerintahan dalam satuan-satuan yang lebih kecil 

maka lebih efisien dan efektif (Marthen, 2017:33).

3.  Komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia  dalam menghadapi 

Isu-Isu Kewarganegaraan

Sejarah telah membuktikan bahwa daerah memiliki peranan yang penting 

dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan.  Pemahaman 

akan peran daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia saat 

ini menunjukkan akan pentingnya kesadaran nilai-nilai berikut.

1)  Kemajuan daerah akan lebih cepat tercapai apabila  bangsa Indonesia 

memiliki nilai persatuan dan kesatuan ;

2)  Kemakmuran alam merupakan milik bersama seluruh rakyat Indonesia, dan 

dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat;

3)  Pengembangan kemajuan dan kemakmuran daerah diarahkan pada 

kemajuan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia;

4)  Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama tanpa membeda-bedakan asal daerah.

Kebanggaan terhadap daerah masing-masing perlu terus ditanamkan 

dan ditumbuhkembangkan dalam masyarakat.  Kekhususan dan keragaman 

daerah tetap dipelihara baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya 

sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik 

Indonesia. Hal ini mengandung makna kebanggaan dan kemandirian tidak 

mengakibatkan proses perpecahan bangsa dan negara. Kewenangan 

mengurus urusan pemerintahan sendiri tidak berarti tidak mentaati peraturan 

pemerintah pusat, apalagi mengarah pada pemisahan daerah dari negara 

kesatuan. 

Sikap etnosentrisme sebagai salah satu isu kewarganegaraan lokal 

mengandung makna sikap yang menganggap budaya daerahnya sebagai 

budaya yang tertinggi secara berlebihan dan budaya daerah lain dianggap lebih 

126   |   PPKn 

rendah. Sikap ini dalam kehidupan sering nampak misalnya mengutamakan 

kelompok daerahnya, memilih pemimpin atas dasar asal daerah, memaksakan 

budaya daerah kepada orang lain, dan sebagainya. Sikap-sikap tersebut dapat 

menimbulkan konflik, dan sudah seharusnya di kikis habis. Sementara rasa 

nasionalisme dan patriotisme harus terus dipupuk dan dikembangkan pada 

warga negara muda. 

Upaya-upaya bela negara yang ditujukan untuk mempertahankan 

kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari ancaman 

dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara harus 

diimplementasikan. Ancaman merupakan setiap usaha dan kegiatan, baik dari 

dalam maupun luar negeri yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan 

wilayah, dan keselamatan bangsa. Setiap warga negara memiliki hak dan 

kewajiban untuk turut serta dalam upaya bela negara, pertahanan, dan 

keamanan negara. 

Peran Indonesia bagi wilayah  Asia Tenggara diapresiasi oleh Dewan 

Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 

(https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/05/180000369/peran-indonesia-di-asia-tenggara?page=all). Bahkan Indonesia terus berkomitmen menjadikan 

isu  yang  mendorong sinergi antara organisasi kawasan dengan PBB dengan 

upaya-upaya sebagai berikut.

1)  Pendiri dan pelopor ASEAN yang merupakan organisasi kerjasama 

regional di bidang ekonomi dan geopolitik di kawasan Asia Tenggara ;

2)  Aktif menjaga perdamaian di kawasan Asia Tenggara, antara lain 

membantu dan berperan dalam proses perdamaian saat terjadi konflik di 

Kamboja dan Vietnam, berperan aktif dalam menengahi konflik antara 

Pemerintah Filipina dengan Moro National Front Liberation (MNFL);

3)  Membentuk komunitas keamanan yang menangani masalah-masalah 

terorisme, separatisme, perampokan, hingga kejahatan lintas negara;

4)  Mendorong penguatan kerjasama keamanan maritim terutama dalam 

penanggulangan isu  illegal,  unreported,  and unregulated fishing  (IUUF). 

Indonesia juga merupakan salah satu negara pendorong implementasi 

East Asia Summit  (EAS)  Statement on Enhancing Regional Maritime 

Cooperation yang disepakati pada tahun 2015.  

PPKn  |  127

5)  Aktif memprakarsai kesatuan negara-negara ASEAN dengan lahirnya Joint 

Statement of the Foreign Ministers oF ASEAN Member States on the 

Maintenance of Peace, Security, and Stability in The Region pada Tahun

2016. 

6)  Aktif dalam isu pekerja migran yang berupaya menghapuskan diskriminasi 

di lingkungan kerja serta memberikan jaminan perlindungan, terutama bagi 

pekerja informal.

7)  Menjadi inisiator pembentukan ASEAN  Seaport in Counter Interdiction 

Task Force  (ASITF) dan menjadikan pelabuhan sebagai daerah 

perbatasan pengawasan  narkotika dan  prekursor narkotika, selain 

bandara. 

8)  Masalah-masalah internal ASEAN terkait konflik di Rohingya, instabilitas 

keamanan di Filipina Selatan, ancaman teroris, dan beragam persoalan 

perbatasan antarnegara, isu laut China Selatan.

Dalam menanggapi masalah terorisme sebagai isu kewarganegaraan 

global, Indonesia pun bersikap responsif ditunjukkan salah satunya adalah 

dengan menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang 

Pencegahan Sumber Finansial Terorisme (International Convention for the 

Suppression of the Financing of Terrorism) pada tahun 1999. 

Penandatanganan tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan sikap Indonesia 

yang menghormati dan mengedepankan mekanisme multilateral dalam 

memerangi terorisme.  Bahkan secara internal, Indonesia  juga telah 

membangun kelembagaan baru yang dirancang sebagai unit anti  teroris, salah 

satunya adalah Detasemen Khusus 88 atau yang dikenal dengan Densus 88 

pada tahun 2004 dan Badan Penanggulangan Terorisme  (BNPT)  pada tahun 

2010. Selain secara legal dan kelembagaan, Indonesia juga telah melakukan 

berbagai upaya penegakan hukum melalui aksi-aksi penangkapan para 

tersangka teroris, mengadili, dan memenjarakannya bila terbukti bersalah di 

dalam proses pengadilan. 

Dengan berbagai upaya mengatasi isu-isu kewarganegaraan baik dalam 

konteks lokal, nasional, regional maupun global, maka diharapkan akan 

meningkatkan eksistensi, sekaligus daya tawar Negara Kesatuan Republik 

Indonesia guna memenuhi kepentingan nasional.  US News  mendeskripsikan 

128   |   PPKn 

bahwa Indonesia adalah negara besar di dunia 

(https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/11/23/melihat-posisi-dan-peringkat-indonesia-di-mata-dunia), diakui sebagai negara demokrasi terpadat 

ketiga di dunia  dan merupakan negara  ekonomi terbesar dari kelompok G20, 

yaitu kelompok 20 negara dengan PDB terbesar di dunia. Atas dasar itulah 

Negara Republik Indonesia  dianggap telah membuat pengaruh  yang relatif 

besar dalam perekonomian global. 

Dari sisi sejarah dan budaya, US News juga menyoroti bahwa Indonesia 

memiliki kisah kejayaan kerajaan Hindu-Budha sampai akhirnya ajaran Islam 

masuk sebelum datang Belanda untuk menjajah Nusantara. Hal itu dibuktikan 

dengan banyaknya bukti sisa-sisa arsitektur Hindu-Budha dan Islam yang 

tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Salah satunya adalah Borobudur yang 

sudah ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO sejak 1991. Bahkan 

monument Buddha yang paling terkenal dan terbesar itu sudah dinobatkan 

sebagai salah satu butki keajaiban dunia. 

Dari sisi demografis, Indonesia adalah negara yang terletak di Segitiga 

Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle). Indonesia memiliki lebih dari 3.000 

spesies ikan yang teridentifikasi, tujuh kali lipat dari jumlah yang ada di seluruh 

Karibia. Namun ada beberapa permasalahan yang  masih harus ditangani 

secara serius  oleh pemerintah dan rakyat Indonesia yaitu kemiskinan, 

infrastruktur yang tidak merata, dan memadai, korupsi, dan penggundulan 

hutan. Untuk dapat memposisikan diri dalam percaturan global permasalahan-permasalahan nasional tersebut hendaknya menjadi tanggung jawab bukan 

hanya pemerintah dan para pengambil kebijakan, melainkan seluruh warga 

negara juga memiliki peran yang sangat penting. 

PPKn  |  129

Rangkuman

1.  Warga negara memiliki pengertian sebagai anggota dari sekelompok manusia 

yang hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu (negara). Setiap negara 

berdaulat berwenang menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya. 

Ketentuan tentang warga negara Indonesia secara formal tercantum dalam 

Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Sedangkan ketentuan material mengenai kewarganegaraan Indonesia yaitu 

tentang hak dan kewajiban warga negara terdapat pada Pasal 27 sampai 34 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Warga negara 

yang baik dan cerdas serta bertanggung jawab adalah warga negara yang 

secara dinamis mengetahui dan memahami isu-isu kewarganegaraan. isu 

kewarganegaraan dapat disimpulkan sebagai suatu masalah yang urgen atau 

penting terkait kehidupan warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa, dan 

bernegara.

2.  Isu kewarganegaraan dalam konteks lokal berorientasi pada isu-isu 

kewarganegaraan pada teritori lokal atau wilayah bagian suatu Negara seperti 

provinsi atau kabupaten kota.  Isu-isu tersebut misalnya etnosentrisme yang 

melakukan penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai dan standar 

budaya sendiri.

3.  Dalam konteks nasional, isu kewarganegaraan cakupannya berkaitan dengan 

seluruh teritorial  bangsa Indonesia yang kompleks. Meliputi bidang ideologi, 

politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama 

dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia;

4.  Dalam konteks region, isu kewarganegaraan berfokus pada region ASEAN, 

berupa bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,  pertahanan 

keamanan dan agama  yang juga merupakan bagian dari isu global. Namun 

dalam konteks regional ASEAN, berhubungan dengan hubungan bilateral dan 

multilateral, serta harmonisasi spiritual  dan sosial serta politik antar negara 

ASEAN.  Contoh peristiwa yang terjadi di Charlottesville di Amerika Serikat 

2017, di Chemnitz, Jerman pada 2018 dan serangan teroris baru-baru ini di 

Christchurch, Selandia Baru (lihat  https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-48184050).  Peristiwa tersebut tertuju pada upaya merebut kekuasaan dari 

130   |   PPKn 

pemerintahan yang sah dengan menunggangi isu-isu agama sebagai isu 

ideologi gerakannya.

5.  Dengan berbagai upaya mengatasi isu-isu kewarganegaraan baik dalam 

konteks lokal, nasional, regional maupun global, maka diharapkan akan 

meningkatkan eksistensi, sekaligus daya tawar Negara Kesatuan Republik 

Indonesia guna memenuhi kepentingan nasional