Sabtu, 10 Februari 2024
Pengalaman Mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam Jabatan
Minggu, 07 Maret 2021
RANGKUMAN MATERI PPKN KELAS X KURTILAS
Kamis, 04 Maret 2021
Pembelajaran 5. Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Warga Negara Global
PPKn | 131
Pembelajaran 5. Peran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam Membangun Warga
Negara Global
Kompetensi
Penjabaran model kompetensi yang selanjutnya dikembangkan pada
kompetensi guru bidang studi yang lebih spesifik pada Pembelajaran 5.Peran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Warga Negara
Global, ada beberapa kompetensi guru bidang studi yang akan dicapai pada
pembelajaran ini, kompetensi yang akan di capai pada pembelajaran ini adalah
guru PPPK mampu menganalisis Peran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan untuk penguatan nilai moral dalam membangun warga negara
global.
Indikator Pencapaian Kompetensi
Dalam rangka mencapai kompetensi guru bidang studi, maka dikembangkanlah
indikator - indikator yang sesuai dengan tuntutan kompetensi guru bidang studi.
Indikator pencapaian kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran 5.
Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Warga
Negara Global adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan hakikat warga negara global
2. Mengidentifikasi penguatan nilai moral melalui Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam konteks globalisasi
3. Menganalisis peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam
membangun warga negara global
132 | PPKn
Uraian Materi
1. Hakikat Warga Negara Global
Pada saat ini warga negara dihadapkan kepada perkembangan jaman
yang berjalan sangat cepat. Terlebih dalam era globalisasi yang dampaknya
menyentuh berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, baik lokal,
nasional, regional, dan internasional. Warga negara sebagai bagian yang tak
terpisahkan dalam konteks globalisasi memegang peranan penting terutama
berkaitan dengan upaya memanfaatkan kemajuan teknologi dan komunikasi
untuk kepentingan aktualisasi semua kompetensi warga negara. Diperlukan
kompetensi warga negara guna mengantisipasi berbagai masalah global atau
isu-isu kewarganegaraan global yang kerap kali muncul dalam eskalasi yang
tinggi. Ketergantungan global yang kian intens mau tidak mau melibatkan
hubungan antarbangsa di seluruh dunia, dan tentunya menghendaki partisipasi
aktif dari warga negara di seluruh dunia untuk mencari alternatif solusi dari
masalah-masalah kewarganegaraan global yang dihadapi bersama.
Globalisasi dimaknai dengan banyak sudut pandang antara lain :
Pertama, Globalisasi Ekonomi yang berdampak pada adanya perkembangan
berbagai kondisi pasar-pasar ekonomi global perdagangan bebas, dan
pertukaran barang dan jasa, serta pertumbuhan yang cepat korporat-korporat
transnasional. Kedua, Globalisasi Politik yang memiliki peran pada globalisasi
dunia sehingga terjadi dominasi peran organisasi internasional dalam mengatur
negara di bawah kendali PBB dan Uni Eropa yang mengakibatkan munculnya
politik global. Ketiga, Globalisasi Kultural yang merupakan perkembangan
kondisi sosial masyarakat pada ranah teknologi dan informasi secara global,
dengan model globalisasi yang menjadi konsep pemahaman tentang warga
negara global (Melcom Waters: 1995).
Warga Negara Global menurut Korten (dalam Wuryan & Syaifullah, 2008:
164) adalah warga negara yang bertanggung jawab untuk memenuhi
persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi
masyarakat. Warga negara global merupakan tingkatan lebih lanjut dari warga
negara komunal, dan warga negara bangsa (nasional) yang menitikberatkan
pada peran warga negara global mencakup sikap, komitmen, dan tanggung
PPKn | 133
jawabnya yang melintasi batas-batas budaya setempat baik lokal maupun
nasional kepada budaya masyarakat global.
Dalam konteks globalisasi, gagasan warga negara global berkaitan erat
dengan adanya ketergantungan yang kuat antarnegara di dunia ini, dan
karenanya diperlukan keterlibatan warga dunia untuk bisa menjalin kerjasama
dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa memandang perbedaan atau
diskriminasi apapun dari masing-masing bangsa tersebut. Agar warga negara
global yang terlibat dalam ketergantungan global dapat berperan dengan baik,
tentu saja diperlukan sejumlah kemampuan atau kompetensi yang mendukung
ke arah sikap, tindakan, dan perbuatan yang merefleksikan ciri-ciri warga
negara global. Dalam konteks inilah pendidikan kewarganegaraan sangat
berperan untuk membekali warga negara dengan kompetensi atau kemampuan
yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan global.
Pengembangan warga negara global menjadi salah satu tujuan utama
dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai dasar warga negara dunia yang dijalankan melalui
peran dan pelaksanaan akan hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh
setiap warga dunia. Dalam kaitan ini, John Cogan (Budimansyah & Suryadi,
2008: 39) merekomendasikan konsep kewarganegaraan multidimensional
(multidimentional citizenship) untuk memberikan teori dasar dalam membangun
pendidikan kewarganegaraan pada abad 21 ini. Kewarganegaraan
multidimensi itu meliputi :
1) Dimensi pribadi meliputi pengembangan kapasitas dan komitmen kepada
etika kewarganegaraan yang bercirikan kebiasaan berfikir, hati dan tindakan
yang mencerminkan tanggung jawab secara sosial;
2) Dimensi sosial berkenaan dengan aktivitas sosial yang mencakup
masyarakat yang hidup dan bekerjasama dalam keadaan dan konteks yang
beragam. Warga negara harus melibatkan diri seperti dalam kegiatan
diskusi, dan perdebatan publik, memecahkan masalah yang dihadapi
dengan tidak menggunakan kekerasan, menghargai gagasan atau pikiran
yang berbeda;
3) Dimensi spasial, warga negara harus memiliki kesadaran bahwa dirinya
adalah anggota sejumlah masyarakat yang berlapis yakni lokal, nasional,
regional dan multinasional;
134 | PPKn
4) Dimensi temporal, yakni setiap tindakan warga negara senantiasa
berorientasi ke masa depan (future oriented), sehingga setiap tindakan
warga negara yang dilakukan sekarang akan berdampak terhadap
kewarganegaraan pada masa yang akan datang.
Dimensi-dimensi kewarganegaraan multidimensional yang dikemukakan
Cogan tersebut sangat relevan dengan kecenderungan-kecenderungan global
yang timbul dalam abad 21 yang penuh dengan perubahan besar dan
mendasar menyangkut eksistensi bangsa-negara, peran warga negara, serta
kompleksitas masalah yang timbul di dalamnya. Hal tersebut menegaskan
pentingnya peran pendidikan kewarganegaraan untuk membelajarkan peserta
didik dengan berorientasi kepada masalah-masalah yang terjadi tidak saja
dalam lingkup nasional dan regional, melainkan dalam lingkup internasional
atau global.
Masalah-masalah global menurut Korten (1993:363) mencakup dalam hal
ekologi, luasnya kemiskinan, tindak kekerasan komunal, obat terlarang,
pertumbuhan penduduk, pengungsi, perdagangan dan hutang. Ditegaskan
Korten, bahwa masalah-masalah tersebut merupakan masalah kritis yang
dihadapi dalam kehidupan global dewasa ini. Tentu saja penanganannya
membutuhkan upaya yang optimal dari berbagai bangsa di seluruh belahan
dunia ini.
Berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan, John Cogan
(Budimansyah & Suryadi, 2008: 40) mengemukakan adanya kecenderungan
global yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Kecenderungan-kecenderungan tersebut adalah :
1) Kesenjangan ekonomi diantara negara dan antara orang di dalam negara
secara signifikan akan semakin lebar.
2) Secara dramatis, teknologi informasi akan mengurangi masalah privasi
atau hak-hak individu.
3) Ketidakmerataan antara yang punya akses kepada teknologi informasi dan
yang tidak memiliki akses akan semakin meningkat.
4) Konflik kepentingan antara negara maju dan negara berkembang akan
meningkatkan kerusakan lingkungan.
5) Penggundulan hutan secara dramatis akan mempengaruhi keragaman
dalam kehidupan, udara, tanah, dan air.
PPKn | 135
6) Dalam negara-negara berkembang pertumbuhan penduduk akan
mengakibatkan peningkatan yang dramatis dalam persentase penduduk,
khususnya anak-anak yang hidup dalam kemiskinan.
Agar dapat memahami masalah-masalah atau isu-isu global tersebut,
maka setiap warga negara global harus memiliki kesadaran global (global
consciousness) yaitu kemampuan warga negara untuk secara sadar dan kritis
dalam menerima atau menanggapi isu-isu global tersebut. Oleh karenanya
pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang kajian atau ilmu yang
menekankan fokus studinya kepada warga negara dan perilakunya, sangat
relevan dengan upaya-upaya untuk mempersiapkan warga negara global
tersebut.
2. Penguatan Nilai Moral melalui Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam konteks Globalisasi
Bagi negara yang ingin mempertahankan eksistensinya ada suatu
kewajiban utama yang harus dilakukan adalah mendidik semua warga
negaranya agar sadar dan berpartisipasi melaksanakan hak dan kewajibannya
secara seimbang. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan
salah satu mata pelajaran yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui koridor “value based education”. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan mempunyai peran dan fungsi yang sangat
penting untuk menanamkan nilai-nilai ideologi Pancasila, yang didalamnya
terdapat nilai-nilai yang menjadi dasar konsep warga global sebagaimana
tercantum dalam tujuan pendidikan kewarganegaraan.
Ada beberapa nilai dasar yang dapat dikembangkan dalam pendidikan
kewarganegaraan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.
Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dapat
dijadikan pijakan dalam pergaulan internasional. Selain itu, nilai-nilai yang dapat
dikembangkan dalam hubungan antarnegara secara jelas dinyatakan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yakni “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Nilai-nilai hubungan antarnegara
didalamnya memuat nilai kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial.
136 | PPKn
Morais dan Ogden (2011) mengemukakan tentang dimensi-dimensi
kewarganegaraan global yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran
kewarganegaraan di sekolah, yakni tanggungjawab sosial (social
responsibility), kompetensi global (global competence), dan keterlibatan dalam
kewargaan global (global civic engagement).
Tanggung jawab sosial dimaknai sebagai tingkat kesadaran saling
ketergantungan dan kepedulian sosial kepada orang lain, masyarakat dan
lingkungan. Peserta didik berlatih mengembangkannya dengan cara ikut serta
mengevaluasi masalah-masalah sosial dan mengidentifikasi kasus atau
contoh-contoh ketidakadilan dan kesenjangan global. Peserta didik juga dapat
berlatih menghormati perbedaan dan membangun etika pelayanan sosial untuk
mengatasi isu-isu global dan lokal. Peserta didik ditumbuhkan kesadarannya
bahwa di era global akan bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain yang
memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan itu bukan hanya dalam hal
budaya yang ada di satu negara, tetapi sudah melintasi batas-batas wilayah
negara (transnational).
Kompetensi global diartikan sebagai kemampuan memiliki pikiran yang
terbuka dan secara aktif berusaha memahami norma-norma budaya orang lain
dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk berinteraksi,
berkomunikasi, dan bekerja secara efektif. Peserta didik dapat berlatih dengan
menggunakan pendekatan berpikir kritis untuk memecahkan masalah-masalah
penting tentang isu-isu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia, misalnya
melalui bantuan teknologi internet akan sangat mudah dan cepat menjadi isu
utama di negara lain.
Keterlibatan dalam kewargaan global dimaknai sebagai tindakan dan atau
kecenderungan untuk mengenali masalah-masalah kemasyarakatan baik di
tingkat lokal, nasional, regional maupun global dan menanggapinya melalui
tindakan seperti kesukarelaan, aktivitas politik dan partisipasi masyarak at.
Peserta didik dilatih untuk memiliki kemampuan berpartisipasi secara aktif
dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan global yang
muncul.
Tiga dimensi global tersebut dapat menjadi nilai-nilai yang penting untuk
dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan, dan ketiganya merupakan
implementasi dari nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
PPKn | 137
berbangsa, dan bernegara. Keterampilan-keterampilan hidup yang didapatkan
peserta didik melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sangat
bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam
membangun Warga Negara Global
Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah mempersiapkan
seorang warga negara yang baik, yakni individu yang paham dan dapat
melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan dapat
berpartisipasi secara baik pula dalam masyarakatnya (Kalidjernih, 2009: 103).
Warga negara yang baik adalah warga negara yang menguasasi pengetahuan,
sikap, keterampilan, dan literasi warga negara dalam proses pembelajaran
yang dilakukan dengan bentuk belajar sambil berbuat (learning by doing),
belajar memecahkan masalah sosial (social problem solving learning), belajar
melalui pelibatan sosial (socio participatory learning), dan belajar melalui
interaksi sosial kultural sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat lokal,
nasional, dan global.
Agar pendidikan kewarganegaraan ini mampu membangun warga negara
global yang memiliki kemampuan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat
global maka ada beberapa peran yang bisa dilakukan.
Pertama, guru harus bisa meningkatkan kemampuan sikap, pengetahuan
dan keterampilan peserta didik secara universal. Kemampuan tersebut bisa
diterapkan melalui pengembangan kompetensi peserta didik tentang kesadaran
hidup dalam dunia yang lebih adil, toleran, dan damai.
Kedua, penguatan nilai-nilai komitmen moral serta empati diluar
kepentingan individu dan kelompok. Penguatan nilai moral dan empati
merupakan kunci utama dalam pandangan konsep warga negara global.
Dengan kata lain, warga negara dituntut untuk meminimalisir adanya
kepentingan pribadi atau kelompok di atas kepentingan umum. Oleh karena itu
diperlukan pemahaman secara umum bagi warga negara muda pada mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk bisa meningkatkan kemampuan
sikap, pengetahuan dan keterampilan yang menjunjung tinggi nilai
keberagaman dalam setiap proses pembelajaran dan menumbuhkan persepsi
138 | PPKn
akan pentingnya ikatan sosial antar masyarakat sebagai warga dunia yang
merupakan satu kesatuan .
Pengetahuan dan pemahaman yang dikembangkan dalam pendidikan
kewarganegaraan meliputi : keadilan sosial, dan persamaan, keberagaman,
globalisasi, dan saling ketergantungan, pembangunan berkelanjutan,
perdamaian dan konflik. Materi-materi tersebut disusun untuk mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman peserta didik dan dijabarkan lebih rinci lagi
dalam sub-materi yang disesuaikan dengan tingkat usia peserta didik.
Keterampilan yang dikembangkan mencakup berpikir kritis, kemampuan
untuk mengemukakan pendapat secara efektif, kemampuan untuk melawan
ketidakadilan, memiliki rasa hormat terhadap orang dan lingkungannya, dan
kerjasama serta resolusi konflik. Keterampilan yang dikembangkan mulai dari
yang sederhana sampai pada keterampilan yang lebih kompleks.
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi poros utama dalam menyiapkan
warga negara global di era globalisasi. Generasi muda akan menghadapi
tatanan dunia baru. Untuk dapat membangun wawasan global warga negara
muda harus dibekali dengan sikap dan kemauan melakukan interaksi dengan
sesama manusia yang mendasarkan pada prinsip-prinsip menjaga harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk mulia berdasarkan prinsip moral antara lain
simpati dan respek. Simpati merupakan nilai-nilai dan sikap yang dimiliki
seseorang untuk selalu memberikan perhatian kepada orang lain, terutama jika
dalam keadaan yang tidak lebih baik dari diri kita. Sedangkan respek dimaknai
sebagai kemampuan seseorang untuk menjaga diri sendiri dari perbuatan yang
dapat merugikan atau mengganggu hak-hak yang dimiliki orang lain. Artinya,
pengembangan pendidikan kewarganegaraan selain menekankan pada aspek
pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap juga harus menumbuhkan respek dan
empati yang bersifat global, melewati batas-batas bangsa dan negara.
Cogan & Derricott dalam bukunya “Citizenship for the 21
st
Century ; An
International Perspective on Education” (1998: 4) mengatakan bahwa
karakteristik yang harus dimiliki oleh warga negara di abad 21 ini yaitu meliputi.
1) Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat
global;
2) Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memiliki tanggung jawab
atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat;
PPKn | 139
3) Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya;
4) Kemampuan berfikir kritis dan sistematis ;
5) Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan; 6)
Kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah
biasa guna melindungi lingkungan;
6) Kemampuan untuk memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak
asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb);
7) Kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada
tingkatan pemerintahan lokal, nasional, internasional.
Karakteristik warga negara global inilah yang harus terus dikembangkan
dan ditingkatkan pada proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan,
sehingga akan mampu menyiapkan calon warga negara global yang dapat
berpartisipasi secara global dalam menyelesaikan berbagai permasalahan,
konflik dan isu-isu global secara bersama sebagai salah satu kewajiban warga
negara global.
Rangkuman
1. Warga negara global menitikberatkan pada peran warga negara dalam
menjalankan hak dan kewajiban secara global. Sebagai salah satu komponen
dari warga negara bangsa maka secara umum manusia harus bisa
menempatkan posisinya pada tataran kapan menjadi warga negara bangsa
dan kapan menjadi warga negara global. Metoda yang dapat digunakan agar
warga negara bangsa dapat menyadari hak-hak, peran dan tanggung jawabnya
sebagai bagian dari warga negara global, yakni melalui mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
2. Pengembangan warga negara global menjadi salah satu tujuan utama dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai dasar warga negara dunia yang dijalankan melalui
peran dan pelaksanaan akan hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh
setiap warga dunia. Upaya yang harus dilakukan guru Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan terhadap peserta didik dalam rangka membangun
warga negara global yaitu Pertama, guru harus bisa meningkatkan kemampuan
140 | PPKn
sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik secara universal.
Kemampuan tersebut bisa diterapkan melalui pengembangan kompetensi
peserta didik tentang kesadaran hidup dalam dunia yang lebih adil, toleran, dan
damai. Kedua, penguatan nilai-nilai komitmen moral serta empati diluar
kepentingan individu dan kelompok.
3. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi poros utama dalam menyiapkan warga
negara global di era globalisasi. Karakteristik yang harus dimiliki oleh warga
negara global menurut John C. Cogan (1999) terdiri dari beberapa kemampuan
yakni : 1) kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga
masyarakat global; 2) kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan
memiliki tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat; 3)
kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya; 4) kemampuan berfikir kritis dan sistematis ; 5) kemampuan
menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan; 6) kemampuan
mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna
melindungi lingkungan; 7) kemampuan untuk memiliki kepekaan terhadap dan
mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis,
dsb); 8) kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada
tingkatan pemerintahan lokal, nasional, internasional.
Pembelajaran 4. Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
PPKn | 101
Pembelajaran 4. Isu-Isu Kewarganegaraan dalam
Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
Kompetensi
Penjabaran model kompetensi yang selanjutnya dikembangkan pada
kompetensi guru bidang studi yang lebih spesifik pada Pembelajaran 4. Isu-Isu
Kewarganegaraan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada
beberapa kompetensi guru bidang studi yang akan dicapai pada pembelajaran
ini, kompetensi yang akan dicapai pada pembelajaran ini adalah guru PPPK
mampu menganalisis isu-isu dan/atau perkembangan terkini
kewarganegaraan meliputi bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan keamanan dan agama, dalam konteks lokal, nasional,
regional, dan global dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indikator Pencapaian Kompetensi
Dalam rangka mencapai kompetensi guru bidang studi, maka
dikembangkanlah indikator- indikator yang sesuai dengan tuntutan kompetensi
guru bidang studi.
Indikator pencapaian kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran 4.
Isu-Isu Kewarganegaraan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan Konsep dan Isu Kewarganegaraan
2. Menganalisis Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Lokal
3. Menganalisis Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Nasional
4. Menganalisis Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Regional
5. Menganalisis Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Global
6. Menganalisis Isu Kewarganegaraan hubungannya dengan komitmen
Negara Kesatuan Republik Indonesia
102 | PPKn
Uraian Materi
1. Konsep dan Isu Kewarganegaraan
a. Konsep Kewarganegaraan
Kata ‘Kewarganegaraan” masih sering dipakai untuk merujuk
kepada situasi dan konteks tertentu dan terbatas. Kewarganegaraan sering
dianggap hanya sebatas status legal yang memungkinkan seseorang
untuk tinggal dan beraktivitas dalam suatu wilayah tertentu. Kalidjernih
mengemukakan (2009:1), terdapat tiga status yang mendefinisikan
kewarganegaraan. Pertama, status legal yang didefinisikan oleh hak sipil,
politikal dan sosial. Warga negara dalam definisi tersebut merupakan
seseorang yang secara legal bertindak menurut hukum dan memiliki hak
untuk mendapatkan perlindungan negara. Kedua, merujuk pada
kewarganegaraan sebagai agen politikal yang secara aktif berpartisipasi
dalam pranata-pranata politik masyarakat. Ketiga, berkaitan dengan
keanggotaan warga negara dalam komunitas politikal yang menghadirkan
suatu sumber identitas yang jelas.
Paulus (dalam Winarno, 2009:51) menjelaskan bahwa pengertian
kewarganegaraan bisa dibedakan dalam
1) Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan kewarganegaraan dalam arti
sosiologis;
2) Kewarganegaraan dalam arti formal dan kewarganegaraan dalam arti
material.
Kewarganegaraan dalam arti yuridis adalah ikatan hukum antara
negara dengan orang-orang pribadi yang karena ikatan itu akan
menimbulkan akibat secara yuridis (hukum). Kewarganegaraan dalam arti
sosiologis adalah kewarganegaraan yang terikat pada suatu negara oleh
karena adanya suatu perasaan kesatuan ikatan diakibatkan satu
keturunan, kesamaan sejarah, daerah, dan penguasa.
Kewarganegaraan dalam arti formal adalah tempat
kewarganegaraan itu dalam sistematika hukum, masalah
kewarganegaraan berada pada hukum publik. Yang dimaksud
PPKn | 103
kewarganegaraan dalam arti materil ialah akibat hukum dari
kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Jadi, kewarganegaraan merupakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan warga negara. Adapun kewarganegaraan Republik
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
b. Pengertian Warga Negara
Istilah warga negara dalam dalam bahasa Inggris “citizen” atau
“civics” (asal katanya civicus) dalam bahasa Yunani yang berarti penduduk
sipil (citizen). Penduduk Sipil (citizen) ini melaksanakan kegiatan
demokrasi secara langsung dalam suatu polis atau negara kota (city state)
(Wuryan & Syaifullah, 2008:107). “Polis” adalah suatu organisasi yang
berperan dalam memberikan kehidupan yang lebih baik bagi warga
negaranya. Berdasarkan tinjauan tersebut warga negara memiliki
pengertian sebagai anggota dari sekelompok manusia yang hidup atau
tinggal di wilayah hukum tertentu (negara).
Setiap negara berdaulat berwenang menentukan siapa saja yang
menjadi warga negaranya. Masing-masing negara memiliki kewenangan
sendiri untuk menentukannya sesuai konstitusi negaranya, demikian pula
Negara Indonesia.
Ketentuan tentang warga negara Indonesia tercantum dalam Pasal
26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa orang yang dapat menjadi warga negara Indonesia
adalah :
1) Orang-orang bangsa Indonesia asli ;
2) Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara.
Pengertian “orang-orang bangsa Indonesia asli” mengalami
perubahan dan perkembangan. Pada awalnya yang di maksud orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang-orang yang merupakan
golongan pribumi dan keturunannya. Orang Indonesia asli adalah
golongan orang-orang yang mendiami bumi nusantara secara turun
temurun sejak zaman tandum, yaitu zaman dimana tanah dijadikan sumber
104 | PPKn
hidup. Perkataan “asli” mengandung syarat biologis, bahwa asal-usul atau
turunan menentukan kedudukan sosial seseorang itu “asli”atau “tidak asli”.
Keaslian ditentukan oleh turunan atau adanya hubungan darah antara
yang melahirkan dan yang dilahirkan, ikatan pada tanah atau wilayahnya,
dan turunan atau pertalian darah dan ikatan pada tanah atau wilayah
(Winarno, 2009:69). Pada perkembangan terakhir melalui Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
ditentukan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang Indonesia asli
adalah “orang yang menjadi warga negara Indonesia sejak kelahirannya
dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri.”
Tentang orang-orang bangsa lain yang disahkan sebagai warga
negara Indonesia adalah orang-orang Peranakan Belanda, Arab, dan
Timur asing lainnya, termasuk orang-orang yang sebelumnya
berkewarganegaraan negara lain (orang asing). Mereka bisa menjadi
warga negara Indonesia melalui peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Adapun syarat umum bagi orang bangsa lain yang ingin menjadi
warga negara Indonesia adalah mengakui negara Indonesia sebagai tanah
airnya, bersikap setia kepada negara Republik Indonesia dan bertempat
tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut. Yang demikian
memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan
berdasar peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam peraturan perundangan mengenai kewarganegaraan
Indonesia disebutkan bahwa orang asing dapat memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia dengan melalui permohonan. Tata
cara bagi orang asing memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui permohonan disebut pewarganegaraan. Jika dikaitkan dengan
stelsel kewarganegaraan maka hal tersebut merupakan stelsel aktif yaitu
orang harus aktif melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu untuk dapat
menjadi warga negara.
Warga Negara Indonesia belum tentu menjadi penduduk Indonesia.
Kriteria seseorang dikatakan penduduk adalah domisili atau tempat tinggal.
Perbedaan antara penduduk negara dengan warga negara adalah
kedudukan hukum terhadap negara. Warga negara memiliki hak dan
kewajiban yang penuh terhadap negaranya. Sedangkan orang asing yang
PPKn | 105
merupakan penduduk negara memiliki hak dan kewajiban terbatas dalam
hubungannya dengan negara yang menjadi tempat tinggalnya.
Seseorang yang berkedudukan sebagai warga negara Indonesia
maka memiliki status sebagai warga negara Indonesia. Peran merupakan
aspek yang dinamis dari status seorang warga negara. Cholisin (2007)
menjelaskan bahwa seorang warga negara memiliki 4 macam peran, yaitu
1) Peranan positif yaitu aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan
dari negara untuk memenuhi kebutuhan hidup;
2) Peranan negatif yaitu aktivitas warga negara untuk menolak campur
tangan negara dalam persoalan pribadi;
3) Peranan pasif adalah kepatuhan warga negara terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
4) Peranan aktif adalah aktivitas warga negara untuk berpartisipasi serta
ambil bagian dalam kehidupan bernegara, terutama dalam
mempengaruhi keputusan publik.
Untuk itu, status atau kedudukan warga negara Indonesia baik aktif,
pasif, positif dan negatif diakui sama dan diperlakukan sama untuk semua
warga negara. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 27 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa
“segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya”.
Pengaturan tentang warga negara Indonesia secara formal terdapat
dalam Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang selanjutnya dituangkan ke dalam aturan perundangan yaitu
undang-undang tentang kewarganegaraan.
Ketentuan material mengenai kewarganegaraan Indonesia yaitu
tentang hak dan kewajiban warga negara terdapat pada Pasal 27 sampai
34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
secara garis besar berikut ini.
1) Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak.
106 | PPKn
2) Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu hak untuk membela negara.
3) Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu hak berpendapat.
4) Pasal 28 A sampai J Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengenai hak asasi manusia dan kewajiban
dasar manusia.
5) Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu hak kemerdekaan dalam memeluk agama. Hak ini
tidak hanya merupakan hak warga negara tetapi juga hak penduduk
Indonesia.
6) Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu hak dalam usaha pertahanan negara.
7) Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu hak untuk mendapatkan pengajaran atau
pendidikan.
8) Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.
9) Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu hak ekonomi.
10) Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu hak mendapatkan jaminan sosial
Kewajiban warga negara pada dasarnya adalah hak negara
sebagai organisasi kekuasaan memiliki sifat memaksa, memonopoli, dan
mencakup semua. Oleh karena itu merupakan hak negara untuk ditaati dan
dilaksanakan hukum-hukum yang berlaku di negara tersebut.
Aristoteles menyatakan bahwa warga negara yang bertanggung
jawab adalah warga negara yang baik, sedangkan warga negara yang baik
ialah warga negara yang memiliki keutamaan (excellence) atau kebajikan
(virtue) selaku warga negara (Wuryan & Syaifullah, 2008:118). Untuk itu
setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang harus di
laksanakan dengan baik dan tanggung jawab.
PPKn | 107
Warga negara sebagai bagian penting dari eksistensi negara
dituntut untuk memiliki kompetensi atau kemampuan-kemampuan yang
direfleksikan dalam sikap, perilaku atau perbuatan sebagai warga
masyarakat dan warga negara. Ricey dalam (Wuryan &Syaifullah,
2008:130) mengemukakan ada enam kompetensi warga negara yaitu :
1) Kemampuan memperoleh informasi dan menggunakan informasi;
2) Membina ketertiban ;
3) Membuat keputusan;
4) Berkomunikasi;
5) Menjalin kerjasama, dan membuat keputusan;
6) Melakukan berbagai macam kepentingan secara benar.
Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah
mempersiapkan warga negara yang baik, yaitu individu yang
melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan
dapat berpartisipasi secara baik pula dalam masyarakatnya.
Implementasinya praktik pendidikan kewarganegaraan akan dapat
mendidik warga negara yang baik melalui strategi pembelajaran yang
mampu menawarkan kepada peserta didik pelbagai kemungkinan dan
pilihan (Kalidjernih, 2009:106). Dengan belajar mengidentifikasi fenomena-fenomena yang nyata dalam kehidupan masyarakat, maka peserta didik
dapat berefleksi tentang lingkungannya.
c. Isu Kewarganegaraan
Dilihat dari substansinya, dalam Kurikulum 2013 Standar Isi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Sekolah Tingkat
Menengah Pertama dan Atas secara pedagogis banyak berorientasi pada
persoalan-persoalan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan atau
yang disebut dengan istilah Isu/Persoalan Kewarganegaraan. Bahkan
pada setiap kompetensi dasar pada KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4 terdapat
muatan yang berorientasi pada persoalan kewarganegaraan Indonesia.
Sebagaimana sifat pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang dinamis, seiring dengan perkembangan zaman
bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus mewadahi
peserta didik untuk memahami berbagai persoalan atau isu-isu
108 | PPKn
kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya membekali
peserta didik di sekolah dengan pengetahuan tentang isu-isu global,
budaya, lembaga, dan sistem internasional.
Warga negara yang baik dan cerdas serta bertanggung jawab
adalah warga negara yang secara dinamis mengetahui dan memahami isu-isu kewarganegaraan . Sekolah merupakan salah satu wadah untuk
menumbuh kembangkan pemahaman warga negara terhadap berbagai isu
kewarganegaraan yang sedang hangat terjadi. Bisa berkaitan dengan isu-isu pada bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan keamanan dan agama, dalam konteks lokal, nasional, regional,
dan global dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Isu
kewarganegaraan secara terminologi berasal dari kata isu dan
kewarganegaraan. Dimana isu berarti masalah yang dikedepankan
(https://kbbi.web.id/isu) dan kewarganegaraan berarti sesuatu yang tidak
sebatas keanggotaan seseorang dari organisasi negara, tetapi meluas
kepada hal-hal yang terkait dengan warga negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (Cholisin, 2016). Jadi, isu kewarganegaraan
dapat disimpulkan sebagai suatu masalah yang urgen atau penting terkait
kehidupan warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2. Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Lokal
a. Isu Kewarganegaraan pada teritorial lokal
Pada region lokal isu kewarganegaraan akan dilihat pada batasan teritori
wilayah administratif bagian dari suatu negara yaitu provinsi atau wilayah
bagian terkecil dibawahnya.
Isu kewarganegaraan dalam konteks lokal berorientasi pada isu-isu
kewarganegaraan pada teritorial lokal atau wilayah bagian suatu negara seperti
provinsi atau kabupaten kota. Indonesia sendiri adalah negara yang
multikultural dan majemuk. Keduanya menjadi identitas khas bangsa Indonesia
yang dapat memperkaya sekaligus menjadi faktor trigger (pemicu) lahirnya
perpecahan. Dilematik paradigma ini yang dapat menjadi alasan munculnya
berbagai isu kebangsaan dalam teritorial lokal yang dapat melunturkan nilai
PPKn | 109
kebhinekaan serta rasa kebangsaan seperti cinta tanah air, patriotik, dan bela
negara.
Realita tersebut dapat menjadi paradigma negatif pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia, dan kontra dengan hakikat PKn sebagai
pendidikan multikultural untuk membangun kehidupan yang rukun dan
harmonis. Sebagaimana dalam (Setiawan dan Yunita, 2017) bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan diharapkan dapat menjadikan warga negara yang selalu ikut
berpartisipasi dalam pembangunan negara, yaitu menjaga keutuhan bangsa
dan mampu hidup rukun dan harmonis dalam masyarakat Indonesia yang
berBhineka Tunggal Ika.
Stereotip penduduk asli dengan pendatang misalkan, dimana penduduk
asli lebih diutamakan dan mempunyai kedudukan yang spesial dengan
pendatang. Contoh, tragedi Sampit antara penduduk asli suku Dayak dengan
pendatang suku Madura. Seluruh penduduk asli di kota Sampit Kalimantan
Tengah dan bahkan meluas sampai ke seluruh provinsi yang merasa tidak
nyaman dengan keberadaan para pendatang dari suku Madura yang secara
agresif berkembang untuk menguasai sektor industri komersial daerah kota
Sampit Kalteng. Hal ini mengakibatkan kecemburuan sosial dan ekonomi oleh
kalangan suku Dayak sehingga memicu perang antar suku.
Isu etnosentrisme di Indonesia seakan menjadi cambuk spirit perlunya
peran pendidikan kewarganegaraan dalam memberikan peran edukasi untuk
mencegah dampak negatif dari etnosentrisme. Untuk itu perlu upaya khusus
untuk mengimplementasikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
menjadi wahana pendidikan multikultural di daerah-daerah sejak dini melalui
institusi sekolah. Karena permasalahan etnosentrisme tidak hanya terjadi pada
suku Dayak dengan Madura saja, ada banyak isu etnosentrisme yang pernah
dan bahkan senantiasa menjadi rutin terjadi di Indonesia, Seperti kebiasaan
suku pedalaman di Papua yang tetap menggunakan koteka dalam keadaan
apapun dan dilihat oleh siapapun bahkan yang bukan orang Papua sekalipun.
Pemakaian koteka tentu tidaklah salah karena itu adalah kekayaan budaya
salah satu bangsa Indonesia. Yang menjadi kekeliruannya sehingga
mengakibatkan timbulnya nilai etnosentris adalah pemakaian koteka di situasi
dan kondisi yang orang-orangnya berlatarkan multi etnis. Jadi, etnosentrisme
110 | PPKn
merupakan suatu sikap seseorang yang berlebihan kecintaannya terhadap nilai
adat istiadat sukunya sendiri dan menganggap sukunya yang terbaik.
Etnosentrisme adalah penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar
nilai dan standar budaya sendiri. Orang-orang etnosentris menilai kelompok lain
relatif terhadap kelompok atau kebudayaannya sendiri, khususnya bila
berkaitan dengan bahasa, perilaku, kebiasaan, dan agama. Perbedaan dan
pembagian etnis ini mendefinisikan kekhasan identitas budaya setiap suku
bangsa. Etnosentrisme mungkin tampak atau tidak tampak, dan meski
dianggap sebagai kecenderungan alamiah dari psikologi manusia,
etnosentrisme memiliki konotasi negatif di dalam masyarakat
(https://id.wikipedia. org/wiki/Etnosentrisme).
b. Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan seyogyanya harus
secara terencana, terstruktur, dan terukur dengan baik untuk menerapkan
pendidikan multikultural di institusi sekolah-sekolah. Melalui kerjasama
seluruh stakeholder akan lebih memudahkan target tercapainya dengan baik
pendidikan multikultural disekolah-sekolah.
Pendidikan multikulturalisme adalah pendidikan yang menitikberatkan
pada 2 hal yaitu kebebasan dan toleransi. Dalam pengertian yang paling
sederhana, kebebasan berarti ketiadaan dari paksaan-paksaan atau
pembatasan-pembatasan (Kalidjernih, 2009: 17). Toleran sering dipahami
sebagai suatu kerelaan untuk 'membiarkan sendiri' (leave alone) dengan
sedikit refleksi pada motif-motif yang ada di balik posisi tersebut. Pendidikan
multikultural menurut pemikiran Freddy K. Kalidjernih, kuncinya adalah
masalah kebebasan dan toleransi yang mana kebebasan yang dimaksud
adalah kehidupan tanpa ada batasan-batasan selama itu adalah hak
warganegara, dan toleransi menjadi kunci kedua dalam multikulturalisme
karena melalui toleransi warga negara akan terhindar dari sifat fanatik dan
prasangka. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus dapat
menginternalisasi pentingnya nilai kebebasan dan toleransi pada tiap diri
peserta didik atau warga negara.
PPKn | 111
Pada jurnal civics dengan judul “Pendidikan Multikultural Untuk
Membangun Bangsa Yang Nasionalis Religius” (Ambarudin, 2016)
Pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan sikap dan tata
laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara
humanistik. Pendidikan multikultural mengandung arti bahwa proses
pendidikan yang diimplementasikan pada kegiatan pembelajaran di satuan
pendidikan selalu mengutamakan unsur perbedaan sebagai hal yang biasa,
sebagai implikasinya pendidikan multikultural membawa peserta didik untuk
terbiasa dan tidak mempermasalahkan adanya perbedaan secara prinsip
untuk bergaul dan berteman dengan siapa saja tanpa membedakan latar
belakang budaya, suku bangsa, agama, ras, maupun adat istiadat yang ada.
Polemik atau isu kewarganegaraan dalam konteks lokal sebenarnya
ada banyak dan tidak hanya sebatas isu etnosentrisme, yang paling umum
adalah isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan). Karena pada
tatanan lokal biasanya isu SARA lebih rentan terjadi. Namun etnosentrisme
sebenarnya adalah bagian dari kekerasan SARA, hanya saja memang
etnosentrisme dianggap menjadi polemik kewarganegaraan yang tidak ada
habis-habisnya. Untuk itu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
memiliki tanggung jawab besar untuk memfasilitasi edukasi positif kepada
warga negara dalam hal pendidikan multikulturalisme.
3. Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Nasional
Dalam konteks nasional, isu kewarganegaraan cakupannya berkaitan
dengan seluruh teritorial bangsa Indonesia yang kompleks. Nasional
sendiri dapat diartikan sesuatu yang bersifat kebangsaan; berkenaan atau
berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa
(https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nasional). Sementara dalam buku
bahan ajar “Identitas Nasional” (Sulisworo, Wahyuningsih, dan Arif, 2012)
dijelaskan bahwa Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu
“natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh
112 | PPKn
sejarah yang memiliki unsur satu kesatuan bahasa, daerah, ekonomi, dan
satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Dari penjelasan diatas, maka dapat dipahami bahwa
kewarganegaraan adalah perihal kebangsaan atau berkenaan dengan
bangsa sendiri yang meliputi unsur-unsur seperti kesatuan bahasa,
kesatuan daerah, kesatuan ekonomi, kesatuan hubungan ekonomi, dan
kesatuan budaya. Isu kewarganegaraan dalam konteks nasional secara
garis besar akan meliputi isu-isu yang berkaitan dengan bidang ideologi,
politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
a. Ideologi
Isu kewarganegaraan dalam konteks nasional pada bidang
ideologi merupakan salah satu isu yang paling sering banyak
dibicarakan. Indonesia telah lama dihujani isu-isu yang berdampak
pada rasa kekhawatiran keberadaan dan kausalitas ideologi kita yaitu
Pancasila yang akan memicu disintegrasi bangsa. Contohnya isu
gerakan pembentukan negara khilafah di bumi Indonesia. Isu ini
memicu disintegrasi, bahkan sampai menjadi bahan propaganda
esensi kebenaran Jihad dalam Islam. Sehingga tidak sedikit umat
beragama Islam di Indonesia yang terjebak di dalamnya. Sebut saja
kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menginginkan
terbentuknya negara Indonesia sebagai negara khilafah.
Dilain pihak selaku pemegang otoritas, pemerintah sejak 19 Juli
lalu HTI resmi dibubarkan. Pemerintah mengkategorikannya sebagai
organisasi anti Pancasila. Gagasan khilafah yang diusung dianggap
bertentangan dengan dasar ideologi negara dan mengancam kesatuan
Indonesia. Realitas ini tentu dapat mengganggu ketentraman bangsa
Indonesia oleh karena orasi dan propaganda pihak HTI yang dianggap
dapat melunturkan jiwa pancasilais bangsa Indonesia.
Pemerintah pun telah resmi melarang organisasi FPI yaitu Front
Pembela Islam berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82 PUU 112013
tertanggal 23 Desember tahun 2014. Larangan terhadap aktivitas FPI
PPKn | 113
dikarenakan FPI tidak mempunyai legal standing, baik sebagai
organisasi kemasyarakatan maupun sebagai organisasi biasa. Tindak
lanjutnya adalah Surat Keputusan Bersama tentang Larangan
kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian FPI yang
diterbitkan pada 30 Desember 2020. SE Bersama tersebut bertujuan
agar setiap warga negara tidak terlibat dalam paham dan praktik
radikalisme.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program pendidikan
yang juga berfokus pada penanaman nilai-nilai Pancasila, secara
esensial juga turut bertanggung jawab untuk membentuk karakter
Pancasilais. Konsepsi ini tentu dapat menjadi solusi alternatif
menyelesaikan persoalan isu pembentukan negara khilafah dan
radikalisme. Hal ini didukung oleh paradigma substantif-pedagogis
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yaitu untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air, dan mengembangkan semua potensi peserta didik yang
menunjukkan karakter yang memancarkan nilai-nilai Pancasila
(Winataputra, 2015). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
dalam frame pendidikan berperan memberi andil secara signifikan
dalam membentuk warganegara yang cinta tanah air dan Pancasilais.
b. Pertahanan dan Keamanan
Separatisme adalah suatu paham yang mengambil keuntungan
dari pemecah-belahan dalam suatu golongan (bangsa). Separatisme
politis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan
memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya
kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain
atau suatu negara lain. Gerakan separatis biasanya berbasis
nasionalisme atau kekuatan religious (Hartati, 2010). Kasus-kasus
separatisme di Indonesia sering kali dihubungkan dengan Aceh
melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Papua melalui Organisasi
Papua Merdeka (OPM).
Untuk GAM, secara resmi melalui peran dan kebijakan SBY
(Susilo Bambang Yudhoyono) Presiden Republik Indonesia ke-6. Pada
tahun 2005 terjadi kesepakatan di kota Helsinki (Finlandia), yang diikuti
114 | PPKn
dengan penetapan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh. Dalam rangka menyelesaikan masalah atau konflik sosial di
kalangan masyarakat, Pemerintahan presiden RI SBY juga
membentuk lembaga-lembaga dialog. Antara lain pembentukan Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Presiden SBY berperan
memfasilitasi proses perjanjian untuk damai melalui dialog-dialog.
Untuk isu separatisme di Papua masih menjadi bara yang
sewaktu-waktu siap untuk mengeluarkan api yang besar dan berefek
merugikan bagi kedamaian negara persatuan Republik Indonesia.
Intensitas dan kompleksitas konflik di Papua semakin menjadi-jadi tiap
masanya. Tahun 2013 terjadi peningkatan intensitas konflik ketika
aparat polisi menjadi lebih represif dalam 14 menghadapi kelompok-kelompok separatis Papua seperti national liberation army atau
Organisasi Papua Merdeka. Kekacauan nasionalisme di tanah Papua
ini sungguh menjadi PR besar bagi Indonesia dalam menata dan
mendudukkan kembali makna Negara kesatuan Republik Indonesia
yang terlahir dari proses panjang di masa lalu pada saat masa
perjuangan kemerdekaan.
c. Ekonomi
Kesenjangan antara sikaya dengan si miskin, seakan menjadi
jargon yang buruk bagi Indonesia. Tercatat, disparitas antara si kaya
dengan si miskin masih saja menjadi momok bagi Indonesia. Hal ini
dikarenakan bahwa faktanya pada maret tahun 2019 BPS 15 (Badan
Pusat Statistik) melansir masih ada 25,14 juta penduduk indonesia
tergolong miskin. Survey ini pada satu sisi ada perbaikan karena
jumlahnya mengurang 810 ribu dari tahun sebelumnya (lihat
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190715132823-532-412205/jumlahpenduduk-miskin-ri-maret-2019-turun-jadi-2514-juta?)..
Angka 25,14 juta itu bukanlah angka kecil, karena berdampak pada
kelompok yang berpendapatan rendah kesulitan untuk mengakses
kebutuhan dan pelayanan dasar seperti makanan, kesehatan dan
pendidikan.
Polemik marjin ekonomi warga, dalam konsep kewarganegaraan
akan memicu rendahnya egality (perasaan atas kedudukan yang sama
PPKn | 115
atau persamaan) yang berkaitan erat dengan civic virtue (kebajikan
warga negara). Tentu dalam kontekstual civics ini kontradiktif dan perlu
adanya reaktualisasi konsep pembelajaran economi civic yang lebih
digalakkan lagi di sekolah-sekolah. Dalam konteks civic education,
bahwa economic civic selain mengutamakan unsur keterampilan warga
negara untuk cerdas bersikap dalam menentukan masa depannya dan
sumbangsihnya pada negara dan bangsanya, juga harus
mempertimbangkan sisi prinsip hidup yang saling menghormati atau
menghargai (inilah sisi civic virtue-nya) atau egality. Simpulan ini
diadaptasi dalam penjelasan materi perkembangan pembelajaran
civics yang berorientasi pada community, economic, dan vocational
civics (Wahab dan Sapriya, 2011).
Persoalan ekonomi akan memiliki efek negatif terhadap bidang
politik dan budaya yang akan melahirkan diskriminasi maupun
marjinalisasi. Untuk itu, guru dan segenap pemangku kepentingan
ataupun agen pendidikan kewarganegaraan di Indonesia perlu
memperhatikan sisi disposition warga negara dalam konteks
aktualisasi perekonomiannya. Apalagi dalam dimensi pendidikan,
khususnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan secara
eksplisit bertanggung jawab pada pembinaan ekonomi warga negara
yang kreatif dan terkontrol. Terkontrol dalam arti kreativitas ekonomi
yang dibangun tetap dinetralisir dengan sikap berekonomi yang
humanis yaitu menjaga prinsip menghargai dan menghormati, agar
jangan sampai terjadi atau terciptanya disparitas atau marginalisasi dan
diskriminasi yang mengakibatkan kecemburuan sosial atau bahkan
perseteruan.
4. Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Regional (Region
ASEAN)
Dalam konteks region, isu kewarganegaraan berfokus pada region
ASEAN, berupa bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan keamanan dan agama. Isu krusial pada konteks ini adalah
berkaitan dengan ideologi, agama, politik, dan sosial yang juga merupakan
116 | PPKn
bagian dari isu global. Namun dalam konteks regional ASEAN,
berhubungan dengan hubungan bilateral dan multilateral, serta
harmonisasi spiritual dan sosial serta politik antar negara ASEAN.
Persoalan radikalisme dan ekstrimisme merupakan isu sentral dalam
konteks hubungan regional ASEAN. Radikalisme adalah suatu paham
yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat
diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama
yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi,
sehingga tidak jarang penganut dari paham/aliran tersebut menggunakan
kekerasan kepada orang yang berbeda paham/aliran untuk
mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya
untuk diterima secara paksa (Asrori, 2015).
Dengan definisi yang demikian tentu ini berlawanan dengan keinginan
hidup rukun dan damai serta harmonis antar warga di lingkungan ASEAN.
Tercatat isu radikalisme, Baru-baru ini kasus Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS) di Irak Suriah diyakini mampu membangkitkan dan menginspirasi
makar maupun aksi teror di regional Asia Tenggara. Pihak berwenang di
setiap negara ASEAN harus mulai menyadari potensi tumbuhnya bibit-bibit
radikalisme Islam di area masing masing. Sebab kali ini, ISIS sangat masif,
kreatif, serta menarik minat pemuda melakukan propaganda dibandingkan
Jemaah Islamiyah (JI) ataupun al-Qaeda pada satu dekade yang lalu (lihat
https://asc.fisipol.ugm.ac.id/2015/08/27/648/).
Hal tersebut mengkhawatirkan bagi seluruh warga di kawasan ASEAN.
Karena menyangkut rasa kemanusiaan dan persaudaraan. Jelas bahwa
paham radikalisme menghendaki cara kekerasan sampai pada perilaku
terorisme. Dalam konsepsi civics hal ini melanggar esensi hakikat manusia
yang berhak mendapatkan perlindungan hak asasi manusia. Kedudukan
manusia pada hakikatnya telah sejak lahir melekat hak asasi yang perlu
dilindungi dan dihormati antar sesama manusia. Pendidikan bagi warga
ASEAN dalam konteks kewargaan yang adil, menghormati, tertib, dan
PPKn | 117
berkemanusiaan merupakan hal-hal yang tidak terpisahkan dalam upaya
membangun kewargaan yang smart and good khususnya di region Asia
Tenggara.
5. Isu-Isu Kewarganegaraan dalam Konteks Global
Dalam konteks global, isu kewarganegaraan diulas lebih luas lagi
teritorinya. Ada banyak sekali isu-isu yang bermunculan di abad digital ini.
Pada cakupan kali ini akan lebih banyak membahas isu-isu yang paling
rentan terjadi termasuk yang secara signifikan berdampak pada Negara
Indonesia yang diantaranya meliputi di bidang ideologi, politik, hukum,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama.
Hasil pengamatan PBB (https://www.liputan6.com/
global/read/3650933/5-isu-krusial-yang-akan-dibahas-dalam-sidang-majelis-umum-pbb-2018), setidaknya pada tahun 2018 ada lima isu yang
krusial di dunia dan isu-isu tersebut tentu include dan berkorelasi dengan
kajian kewarganegaraan atau Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Pertama, isu krisis kemanusiaan dan hak asasi
manusia di Myanmar yaitu kelompok Rohingnya atau kelompok umat
muslim di Negara Myanmar merupakan krisis kemanusiaan dan hak asasi
manusia terburuk di dunia. Kedua, krisis kemanusiaan dan pertempuran di
Suriah yang mengakibatkan eskalasi 19 (peningkatan) pengungsi suriah di
berbagai negara, dan termasuk ada 3 juta orang melarikan diri ke Negara
Turki. Ketiga, isu yang sama yaitu pengungsian oleh warga negara
Palestine. Konflik Palestina dan Israel seakan tidak ada habisnya. Hampir
5 juta orang Palestina mengungsi dikarenakan agresi militer Israel dan
bahkan juga dikarenakan krisis dana operasional. Keempat, perseteruan
politik antara Iran dengan Amerika Serikat yang menyeret isu keagamaan
dalam skup regional yaitu kelompok garis keras atau disebut ISIS. Kelima,
isu senjata nuklir dan rudal oleh Negara Korea Utara yang mengakibatkan
terjadinya rivalitas antara Korea Utara dengan Amerika Serikat yang
tentunya akan mengkhawatirkan negara sekitar yang bisa saja terkena
dampaknya.
118 | PPKn
Kelima isu diatas, secara garis besar turut masuk pada aktualisasi
kewarganegaraan global yang sarat akan konflik kemanusiaan, hubungan
bilateral maupun multilateral, ancaman keamanan atau suasana kondusif
secara global, konflik hak asasi manusia, dan masalah pengungsian.
Isu kewarganegaraan yang juga krusial dalam konteks global adalah
isu ideologi ekstrimisme atau sering dilabelkan dengan istilah teroris
karena sifat ekstrimnya atau menggunakan kekerasan dan menghalalkan
cara-cara kotor serta tidak manusiawi. Contoh peristiwa yang terjadi di
Charlottesville di Amerika Serikat 2017, di Chemnitz, Jerman pada 2018
dan serangan teroris baru-baru ini di Christchurch, Selandia Baru (lihat
https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-48184050). Peristiwa tersebut
tertuju pada upaya merebut kekuasaan dari pemerintahan yang syah
dengan menunggangi isu-isu agama sebagai isu ideologi gerakannya. Jika
dimasa lampau gerakan-gerakan ekstrimis klasik hanya berkutat pada
tataran aqidah, maka gerakan ekstrimis kontemporer telah mampu untuk
menunjukkan eksistensi hingga pada tataran syari’ah dengan melakukan
perlawanan ekstrim hingga pada aksi terorisme (Nugraha, 2016).
6. Isu Kewarganegaraan hubungannya dengan komitmen Negara
Kesatuan Republik Indonesia
1. Proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
Setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima tanggal
6 Agustus 1945 tiga hari kemudian, pada tanggal 9 Agustus 1945 kota
Nagasaki juga dihancurkan dengan bom atom. Akibatnya, Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Amerika Serikat, salah satu satu anggota Sekutu dalam
Perang Dunia II, pada tanggal 15 Agustus 1945 waktu Indonesia. Berita
penyerahan Jepang itu dapat diketahui oleh kalangan pemuda bangsa
Indonesia di kota Bandung tanggal 15 Agustus 1945 melalui berita siaran
radio BBC London.
Sejak tanggal 15 Agustus 1945 terjadi kekosongan kekuasaan
(vacuum of power) atas wilayah Indonesia. Keadaan seperti ini merupakan
peluang yang sangat baik bagi bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
PPKn | 119
kemerdekaannya. Oleh karena itu, para pemuda yang telah mendengar
berita kekalahan pasukan Jepang segera mendesak Soekarno – Hatta untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun keinginan itu
ditolak sehingga muncul Peristiwa Rengasdengklok (16 Agustus 1945). Ir.
Soekarno, Ibu Fatmawati, Guruh Soekarnoputra, dan Moh. Hatta
“diamankan” oleh pemuda ke Rengasdengklok.
Penculikan tersebut bertujuan untuk menjauhkan Ir. Soekarno dan
Moh. Hatta dari pengaruh Jepang. Selain itu pemuda mendesak untuk
segera dilakukan proklamasi kemerdekaan. Peristiwa Rengasdengklok
berakhir setelah Achmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan
nyawanya bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan
pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Hal
itu terjadi apabila Soekarno – Hatta dikembalikan ke Jakarta hari itu juga. Ir.
Soekarno dan rombongan setelah sampai di Jakarta segera menuju rumah
Laksamana Tadashi Maeda. Rumah tersebut dijadikan tempat penyusunan
Proklamasi Kemerdekaan.
Di rumah tersebut hadir beberapa tokoh-tokoh Indonesia, yaitu Ir.
Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo. Tokoh-tokoh tersebut yang
merumuskan teks Proklamasi Kemerdekaan. Turut serta Soekarni, B.M.
Diah, Soediro, dan Chairul Saleh, Satjuti Melik mendapat tugas untuk
mengetik naskah proklamasi. Setelah teks Proklamasi berhasil disusun
semua tokoh kembali ke rumah masing-masing. Sebagian tokoh
menyebarkan berita akan diadakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Keesokan harinya dilaksanakan pembacaan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Proklamasi dilaksanakan di halaman rumah Ir.
Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta (sekarang Jalan
Proklamasi), pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB
(pertengahan bulan Ramadhan). Tepat pada hari Jumat tanggal 17 Agustus
1945 pukul 10.00 WIB acara dimulai. Bung Karno dengan didampingi Bung
Hatta berpidato sejenak dan membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia, Proklamasi merupakan sumber hukum
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan alat untuk
120 | PPKn
mencapai tujuan negara serta cita-cita bangsa Indonesia. Proklamasi
mempunyai arti penting bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai berikut:
1) Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
2) Titik tolak pelaksanaan amanat penderitaan rakyat
3) Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan.
Proses pembentukan NKRI melalui beberapa proses yang
membutuhkan waktu yang lama. Beberapa faktor yang menentukan
pembentukan NKRI antara lain sebagai berikut.
1) Keinginan untuk merdeka dan lepas dari penjajahan
2) Mempunyai tempat tinggal yang sama yaitu kepulauan Indonesia.
3) Persamaaan nasib karena dijajah bangsa asing.
4) Tujuan bersama untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan sebagai
suatu bangsa.
Berdasarkan faktor-faktor di atas bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya dengan urutan peristiwa sebagai
berikut.
1) Terbentuknya kesadaran bahwa kemerdekaan adalah hak segala
bangsa. Tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang berhak merebut
kemerdekaan menjajah bangsa lain.
2) Adanya pergerakan untuk melawan penjajah. Dimulai dari pergerakan
yang bersifat tradisional dan kedaerahan berkembang menjadi
pergerakan modern dan bersifat nasionalis.
3) Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan yang ditandai dengan
dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
4) Penyusunan alat-alat kelengkapan negara.
Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah “norma pertama” dalam tata
hukum Republik Indonesia. Sebagai norma pertama Proklamasi
Kemerdekaan menjadi dasar bagi berlakunya semua aturan lainnya di
Indonesia. Secara filosofis, Proklamasi kemerdekaan tidak bisa dipisahkan
dengan pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah kerangka tata hukum,
sebagai aturan dasar tertulis yang tertinggi kedudukannya di negara
Republik Indonesia.
PPKn | 121
2. Peran Daerah Tempat Tinggal dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pemerintahan memiliki dua arti, yakni dalam arti luas dan dalam arti
sempit. Pemerintahan dalam arti luas disebut regering atau government,
yakni pelaksanaan tugas seluruh badan-badan, lembaga-lembaga, dan
petugas-petugas yang diserahi wewenang mencapai tujuan negara. Arti
pemerintahan mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif atau
alat-alat kelengkapan negara lain yang juga bertindak untuk dan atas nama
negara. Sedangkan pemerintah dalam arti sempit yakni mencakup
organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan. Titik berat
pemerintahan dalam arti sempit hanya berkaitan dengan kekuasaan yang
menjalankan eksekutif saja.
Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia mengakibatkan
terjadinya pergeseran paradigma dari sentralistik ke arah desentralisasi,
yang ditandai dengan pemberian otonomi kepada daerah. Pembentukan
pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Pasal 18 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi dasar berbagai
produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
mengatur mengenai pemerintah daerah. Adapun tujuan pembentukan
daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik
guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping
sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengatur tentang pemerintahan daerah dalam Pasal 18, 18 A dan 18 B yang
menegaskan hal-hal sebagai berikut.
1) Wilayah Indonesia terbagi atas daerah provinsi, kabupaten, dan kota
2) Pemerintah daerah memiliki hak untuk mengurus daerah sendiri menurut
asas otonomi daerah dan tugas perbantuan
3) Hubungan pemerintah pusat dan daerah memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah
4) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau istimewa
122 | PPKn
5) Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat
serta hak-hak tradisionalnya selama masih hidup dan sesuai dengan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom. Kemudian DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian maka kepala
daerah dan DPRD berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai
fungsi yang berbeda. Kepala Daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan
atas Perda dan kebijakan daerah, sedangkan DPRD mempunyai fungsi
pembentukan perda, anggaran dan pengawasan. Dalam mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut,
DPRD dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat Daerah.
Peraturan perundang-undangan yang paling mendasar dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah:
1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
yang merupakan induk penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah. Mengatur
prosentase pembagian keuangan antara pusat, dan daerah khususnya
pendapatan yang masuk ke kas negara, serta mengatur tentang
penyusunan APBD.
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut induk penyelenggaraan
pemerintahan daerah terbaru. Seluruh ketentuan yang berkaitan dengan
otonomi daerah harus menyesuaikan dengan undang-undang ini.
Otonomi Daerah menurut undang-undang tersebut adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun yang
PPKn | 123
dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat
daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kab/Kota.
Otonomi daerah di Indonesia diatur dalam undang-undang yang dalam
perkembangannya telah mengalami perubahan dan terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya untuk mewujudkan
tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah
memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
Melalui otonomi luas, dalam konteks globalisasi, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemberian otonomi kepada daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip
negara kesatuan. Pada sebuah negara kesatuan, kedaulatan hanya ada di
pemerintahan negara atau nasional dan tidak ada kedaulatan pada daerah.
Oleh karena itu tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan
daerah akan tetap ada pada pemerintah pusat. Untuk itu pemerintahan
daerah pada negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan
pemerintahan pusat, dan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh
124 | PPKn
daerah merupakan bagian integral dari kebijakan nasional. Dengan demikian
terdapat pemerintah pusat di satu sisi, dan pemerintah daerah di sisi lain.
Hubungan di antara keduanya dalam sistem negara kesatuan.
Sebagai konsekuensinya maka terdapat :
1) Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan
negara tingkat yang lebih diatas kepada yang lebih di bawah guna
melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan,
misalnya pelimpahan kekuasaan dan wewenang menteri kepada
gubernur.
2) Desentralisasi yaitu pelimpahan kekuasaan perundang-undangan dan
pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di dalam lingkungannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas menunjukkan betapa pentingnya
pemerintahan daerah dalam suatu negara. Penyelenggaraan pemerintahan
daerah melalui sistem desentralisasi yang berintikan pada otonomi
merupakan syarat mutlak di dalam negara demokrasi. Otonomi dan
demokrasi merupakan satu kesatuan sebagai bentuk pemerintahan yang
menempatkan rakyat sebagai penentu utama dalam negara. Otonomi yang
diselenggarakan di Negara Kesatuan Republik Indonesia dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut :
1) Keragaman bangsa Indonesia dengan sifat-sifat istimewa pada
berbagai golongan tidak memungkinkan pemerintahan
diselenggarakan secara seragam;
2) Wilayah Indonesia yang berpulau-pulau dan luas dengan segala
pembawaan masing-masing memerlukan cara-cara penyelenggaraan
yang sesuai dengan keadaan dan sifat-sifat dari berbagai pulau
tersebut;
3) Desa dan berbagai persekutuan hukum merupakan salah satu sendi
yang ingin dipertahankan dalam susunan pemerintahan negara ;
4) Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 menghendaki susunan pemerintahan yang demokratsi.
Desentralisasi adalah salah satu cara mewujudkan tatanan demokrasi
tersebut;
PPKn | 125
5) Efisiensi dan efektivitas merupakan salah satu ukuran keberhasilan
organisasi. Indonesia yang luas dan penduduk yang banyak dan
beragam memerlukan cara penyelenggaraan pemerintahan negara
yang menjamin efisiensi dan efektivitas. Dengan membagi-bagi
penyelenggaraan pemerintahan dalam satuan-satuan yang lebih kecil
maka lebih efisien dan efektif (Marthen, 2017:33).
3. Komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menghadapi
Isu-Isu Kewarganegaraan
Sejarah telah membuktikan bahwa daerah memiliki peranan yang penting
dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Pemahaman
akan peran daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia saat
ini menunjukkan akan pentingnya kesadaran nilai-nilai berikut.
1) Kemajuan daerah akan lebih cepat tercapai apabila bangsa Indonesia
memiliki nilai persatuan dan kesatuan ;
2) Kemakmuran alam merupakan milik bersama seluruh rakyat Indonesia, dan
dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat;
3) Pengembangan kemajuan dan kemakmuran daerah diarahkan pada
kemajuan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia;
4) Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama tanpa membeda-bedakan asal daerah.
Kebanggaan terhadap daerah masing-masing perlu terus ditanamkan
dan ditumbuhkembangkan dalam masyarakat. Kekhususan dan keragaman
daerah tetap dipelihara baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya
sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hal ini mengandung makna kebanggaan dan kemandirian tidak
mengakibatkan proses perpecahan bangsa dan negara. Kewenangan
mengurus urusan pemerintahan sendiri tidak berarti tidak mentaati peraturan
pemerintah pusat, apalagi mengarah pada pemisahan daerah dari negara
kesatuan.
Sikap etnosentrisme sebagai salah satu isu kewarganegaraan lokal
mengandung makna sikap yang menganggap budaya daerahnya sebagai
budaya yang tertinggi secara berlebihan dan budaya daerah lain dianggap lebih
126 | PPKn
rendah. Sikap ini dalam kehidupan sering nampak misalnya mengutamakan
kelompok daerahnya, memilih pemimpin atas dasar asal daerah, memaksakan
budaya daerah kepada orang lain, dan sebagainya. Sikap-sikap tersebut dapat
menimbulkan konflik, dan sudah seharusnya di kikis habis. Sementara rasa
nasionalisme dan patriotisme harus terus dipupuk dan dikembangkan pada
warga negara muda.
Upaya-upaya bela negara yang ditujukan untuk mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari ancaman
dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara harus
diimplementasikan. Ancaman merupakan setiap usaha dan kegiatan, baik dari
dalam maupun luar negeri yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan bangsa. Setiap warga negara memiliki hak dan
kewajiban untuk turut serta dalam upaya bela negara, pertahanan, dan
keamanan negara.
Peran Indonesia bagi wilayah Asia Tenggara diapresiasi oleh Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/05/180000369/peran-indonesia-di-asia-tenggara?page=all). Bahkan Indonesia terus berkomitmen menjadikan
isu yang mendorong sinergi antara organisasi kawasan dengan PBB dengan
upaya-upaya sebagai berikut.
1) Pendiri dan pelopor ASEAN yang merupakan organisasi kerjasama
regional di bidang ekonomi dan geopolitik di kawasan Asia Tenggara ;
2) Aktif menjaga perdamaian di kawasan Asia Tenggara, antara lain
membantu dan berperan dalam proses perdamaian saat terjadi konflik di
Kamboja dan Vietnam, berperan aktif dalam menengahi konflik antara
Pemerintah Filipina dengan Moro National Front Liberation (MNFL);
3) Membentuk komunitas keamanan yang menangani masalah-masalah
terorisme, separatisme, perampokan, hingga kejahatan lintas negara;
4) Mendorong penguatan kerjasama keamanan maritim terutama dalam
penanggulangan isu illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF).
Indonesia juga merupakan salah satu negara pendorong implementasi
East Asia Summit (EAS) Statement on Enhancing Regional Maritime
Cooperation yang disepakati pada tahun 2015.
PPKn | 127
5) Aktif memprakarsai kesatuan negara-negara ASEAN dengan lahirnya Joint
Statement of the Foreign Ministers oF ASEAN Member States on the
Maintenance of Peace, Security, and Stability in The Region pada Tahun
2016.
6) Aktif dalam isu pekerja migran yang berupaya menghapuskan diskriminasi
di lingkungan kerja serta memberikan jaminan perlindungan, terutama bagi
pekerja informal.
7) Menjadi inisiator pembentukan ASEAN Seaport in Counter Interdiction
Task Force (ASITF) dan menjadikan pelabuhan sebagai daerah
perbatasan pengawasan narkotika dan prekursor narkotika, selain
bandara.
8) Masalah-masalah internal ASEAN terkait konflik di Rohingya, instabilitas
keamanan di Filipina Selatan, ancaman teroris, dan beragam persoalan
perbatasan antarnegara, isu laut China Selatan.
Dalam menanggapi masalah terorisme sebagai isu kewarganegaraan
global, Indonesia pun bersikap responsif ditunjukkan salah satunya adalah
dengan menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Pencegahan Sumber Finansial Terorisme (International Convention for the
Suppression of the Financing of Terrorism) pada tahun 1999.
Penandatanganan tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan sikap Indonesia
yang menghormati dan mengedepankan mekanisme multilateral dalam
memerangi terorisme. Bahkan secara internal, Indonesia juga telah
membangun kelembagaan baru yang dirancang sebagai unit anti teroris, salah
satunya adalah Detasemen Khusus 88 atau yang dikenal dengan Densus 88
pada tahun 2004 dan Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun
2010. Selain secara legal dan kelembagaan, Indonesia juga telah melakukan
berbagai upaya penegakan hukum melalui aksi-aksi penangkapan para
tersangka teroris, mengadili, dan memenjarakannya bila terbukti bersalah di
dalam proses pengadilan.
Dengan berbagai upaya mengatasi isu-isu kewarganegaraan baik dalam
konteks lokal, nasional, regional maupun global, maka diharapkan akan
meningkatkan eksistensi, sekaligus daya tawar Negara Kesatuan Republik
Indonesia guna memenuhi kepentingan nasional. US News mendeskripsikan
128 | PPKn
bahwa Indonesia adalah negara besar di dunia
(https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/11/23/melihat-posisi-dan-peringkat-indonesia-di-mata-dunia), diakui sebagai negara demokrasi terpadat
ketiga di dunia dan merupakan negara ekonomi terbesar dari kelompok G20,
yaitu kelompok 20 negara dengan PDB terbesar di dunia. Atas dasar itulah
Negara Republik Indonesia dianggap telah membuat pengaruh yang relatif
besar dalam perekonomian global.
Dari sisi sejarah dan budaya, US News juga menyoroti bahwa Indonesia
memiliki kisah kejayaan kerajaan Hindu-Budha sampai akhirnya ajaran Islam
masuk sebelum datang Belanda untuk menjajah Nusantara. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya bukti sisa-sisa arsitektur Hindu-Budha dan Islam yang
tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Salah satunya adalah Borobudur yang
sudah ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO sejak 1991. Bahkan
monument Buddha yang paling terkenal dan terbesar itu sudah dinobatkan
sebagai salah satu butki keajaiban dunia.
Dari sisi demografis, Indonesia adalah negara yang terletak di Segitiga
Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle). Indonesia memiliki lebih dari 3.000
spesies ikan yang teridentifikasi, tujuh kali lipat dari jumlah yang ada di seluruh
Karibia. Namun ada beberapa permasalahan yang masih harus ditangani
secara serius oleh pemerintah dan rakyat Indonesia yaitu kemiskinan,
infrastruktur yang tidak merata, dan memadai, korupsi, dan penggundulan
hutan. Untuk dapat memposisikan diri dalam percaturan global permasalahan-permasalahan nasional tersebut hendaknya menjadi tanggung jawab bukan
hanya pemerintah dan para pengambil kebijakan, melainkan seluruh warga
negara juga memiliki peran yang sangat penting.
PPKn | 129
Rangkuman
1. Warga negara memiliki pengertian sebagai anggota dari sekelompok manusia
yang hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu (negara). Setiap negara
berdaulat berwenang menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya.
Ketentuan tentang warga negara Indonesia secara formal tercantum dalam
Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan ketentuan material mengenai kewarganegaraan Indonesia yaitu
tentang hak dan kewajiban warga negara terdapat pada Pasal 27 sampai 34
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Warga negara
yang baik dan cerdas serta bertanggung jawab adalah warga negara yang
secara dinamis mengetahui dan memahami isu-isu kewarganegaraan. isu
kewarganegaraan dapat disimpulkan sebagai suatu masalah yang urgen atau
penting terkait kehidupan warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2. Isu kewarganegaraan dalam konteks lokal berorientasi pada isu-isu
kewarganegaraan pada teritori lokal atau wilayah bagian suatu Negara seperti
provinsi atau kabupaten kota. Isu-isu tersebut misalnya etnosentrisme yang
melakukan penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai dan standar
budaya sendiri.
3. Dalam konteks nasional, isu kewarganegaraan cakupannya berkaitan dengan
seluruh teritorial bangsa Indonesia yang kompleks. Meliputi bidang ideologi,
politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. Dalam konteks region, isu kewarganegaraan berfokus pada region ASEAN,
berupa bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
keamanan dan agama yang juga merupakan bagian dari isu global. Namun
dalam konteks regional ASEAN, berhubungan dengan hubungan bilateral dan
multilateral, serta harmonisasi spiritual dan sosial serta politik antar negara
ASEAN. Contoh peristiwa yang terjadi di Charlottesville di Amerika Serikat
2017, di Chemnitz, Jerman pada 2018 dan serangan teroris baru-baru ini di
Christchurch, Selandia Baru (lihat https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-48184050). Peristiwa tersebut tertuju pada upaya merebut kekuasaan dari
130 | PPKn
pemerintahan yang sah dengan menunggangi isu-isu agama sebagai isu
ideologi gerakannya.
5. Dengan berbagai upaya mengatasi isu-isu kewarganegaraan baik dalam
konteks lokal, nasional, regional maupun global, maka diharapkan akan
meningkatkan eksistensi, sekaligus daya tawar Negara Kesatuan Republik
Indonesia guna memenuhi kepentingan nasional